Jakarta, tvOnenews.com - Anggota Komisi VI DPR Amin Ak kritik keras pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pencapaian swasaembada pangan, khususnya beras. Sebab, harga beras saat ini tidak stabil.
Amin menyinggung pernyataan Jokowi terkait harga beras di lapangan yang sudah turun.
Padahal, menurut pengamatan Anggota DPR Fraksi PKS ini, harga beras di masyarakat masih melambung tinggi. Tidak seperti yang diungkapkan Jokowi.
"Hanya ada penurunan harga (beras) saat Bulog melakukan operasi. Tapi itu pun sangat terbatas. Seharusnya hal ini bisa dicegah," ujar dia, dalam siaran pers yang diterima tvOnenews.com, Jumat (1/3/2024).
Menurut Amin, sebenarnya gejala penurunan produksi beras sudah terlihat sejak awal 2023 lalu.
Ia mengatakan, pemerintah Presiden Jokowi telah gagal mengelola produksi beras dalam negeri.
"Pemerintah jelas tidak berhasil mengurus produksi beras di dalam negeri. Bukannya swasembada, kita malah semakin bergantung pada impor," kata Amin, dalam siaran pers yang diterima tvOnenews.com, Jumat (1/3/2024).
Politikus PKS ini menuturkan, dari laporan yang ia terima saat ini kegagalan swasembada pangan disebabkan oleh berbagai faktor.
Di antaranya perubahan iklim, kelangkaan dan kenaikan harga pupuk, serta biaya produksi yang tinggi akibat dampak kenaikan harga BBM.
Jika dibiarkan, produksi beras nasional dalam jangka panjang bisa semakin memburuk sekaligus mempersulit petani menjaga usaha pertanian mereka.
Hal yang ironis lagi, lanjut Amin, adalah rencana pemerintah mengimpor beras sebanyak 3,6 juta ton.
"Ironisya, pemerintah berencana mengimpor beras sebanyak 3,6 juta ton tahun ini, yang berdampak pada harga jual gabah petani yang anjlok," kata dia.
Berdasarkan data panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Kamis (29/2/2024), pukul 13.00 WIB terjadi kenaikan harga beras premium sebesar 5,06 persen.
Harga beras menjadi Rp17.240 per kilogram. Sementara harga beras medium juga naik 1,54 persen menjadi Rp14.520 per kilogram.
Lebih lanjut, Amin mendorong pemerintah untuk menyelidiki perginya beras impor dan pihak yang mengendalikan distribusinya, mulai dari proses impor hingga penyaluran di daerah.
"Termasuk juga dugaan beras digunakan sebagai alat transaksi politik saat Pemilu. Saya yakin jika diselidiki akan terlihat keterkaitannya, yang sangat mungkin melibatkan kartel atau mafia beras," kata dia lagi. (iwh)
Load more