Jika ditarik kembali ke kasus terjun bebas di Jakarta Utara tersebut, kata dia, terlepas kedua anak dalam kasus tersebut mau atau tidak mau, setuju atau tidak setuju, tetap-sekali lagi- mereka harus diposisikan sebagai orang yang tidak mau dan tidak setuju.
Aksi terjun bebas tersebut, kata Reza, mutlak harus disimpulkan sebagai tindakan yang tidak mengandung konsensual (kesepakatan).
“Karena tidak konsensual, maka anak-anak itu harus disikapi sebagai manusia yang tidak berkehendak dan tidak bersepakat, melainkan dipaksa untuk melakukan aksi ekstrim tersebut,” ujarnya.
Atas dasar itulah, kata Reza, dengan esensi pada keterpaksaan tersebut, anak-anak itu sama sekali tidak bisa dinyatakan melakukan bunuh diri. Karena, mereka dipaksa melompat, maka mereka justru jadi korban pembunuhan.
“Pelaku pembunuhnya adalah pihak yang -harus diasumsikan- telah memaksa anak-anak tersebut untuk melompat sedemikian rupa,” katanya.
Kasus ini kata Reza, berubah tidak lagi semata-mata bunuh diri dan pembunuhan. Tapi polisi tidak bisa memproses lebih lanjut karena terduga pelaku sudah tewas.
“Indonesia tidak mengenal proses pidana terhadap pelaku yang sudah mati (posthumous trial),” kata Reza.
Load more