Jakarta, tvOnenews.com - Miris, begitulah kata yang dialamatkan sebagian publik, karena mendengar kabar Hakim bernama Danu Arman yang ditangkap karena nyabu dan dipecat, kini menjadi PNS kembali di Pengadilan.
Seperti diketahui sebelumnya, Hakim bernama Danu Arman ini ditangkap karena pakai sabu-sabu, di salah satu ruangan hakim, PN Rangkasbitung.
Mirisnya, setahun dari kejadian ia dipecat dari hakim, oleh Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), pada 18 Juli 2023. Kini, Sabtu 16 Maret 2024, terungkap, bahwa Danu telah bekerja sebagai PNS di Pengadilan Tinggi Yogya.
Lantas, bagaimana pandangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dalam memandang kasus ini?
Kepala Biro Data, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB Mohammad Averrouce mengatakan, kasus ini mesti dicek terlebih dahulu.
"Saya musti cek terlebih dahulu, tidak bisa respons langsung. Ada mekanisme, misalnya, UU ASN soal pemberhentian dari jabatan, tapi saya belum tahu kasusnya, dia dipecat atau tidak?" kata Averrouce.
Lanjutnya menyampaikan, "Dia disidang disiplin, di MA ada proses di PP 99 Tahun 2021 ada tentang disiplin PNS. Apakah proses itu sudah dilalui? Dia sudah diberhentikan dari hakim, tapi PNS-nya mungkin masih berjalan proses pemeriksaannya."
Selain itu, Averrouce juga katakan, proses disiplin itu ada 2 proses, yakni proses internal dan proses di kepolisian.
"Itu kasus tindak pidana, nanti berproses. Kalau sudah inkrah 2 tahun atau berapa, harus diberhentikan," katanya.
"Kalau ini saya lihat sabu-sabu. Harusnya diberhentikan," pungkas Averrouce.
Bahkan dia tak segan-segan menyebutkan bahwa kasus ini harusnya disiplin berat.
"kan ada disiplin ringan, sedang. Tapi saya tidak bisa mengintervensi di MA-nya, maksudnya proses sidang disiplinnya seperti apa. Kalau berat pasti ada pemberhentian dari ASN, pemberhentian tidak atas permintaan sendiri," ungkap Averrouce kembali.
Di samping itu, menurut dirinya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) mestinya memiliki catatan soal Danu.
"Ini kewenangan PPK masing-masing berarti itu di Sekretariat MA untuk sidangnya. Masuk secara teknis, itu kan ada datanya juga di BKN, Wasdal," jelasnya.
Kemudian, ia juga menuturukan dirinya akan mengecek kembali soal bagaimana prosesnya.
"Apakah sudah dilaporkan oleh MA ke BKN apakah status pegawai ini diberhentikan karena melanggar sidang disiplin dan etik yang berat? Saya belum tahu," bebernya.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menyinggung dua hakim di PN Rangkasbitung, Banten, yang menjadi tersangka penyalahgunaan narkotika jenis sabu-sabu.
Politikus PPP itu meminta Kepala BNN Petrus Golose tidak hanya direhabilitasi. Namun, juga harus ada bentuk hukuman lain.
“Ya kami berharap kalau penyalahgunaannya hakim tidak kemudian dengan direhabilitasi. Maka direhabilitasi juga statusnya dia sebagai hakim sepatutnya harus ada bentuk hukuman lain juga,” kata Arsul saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR bersama BNN di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (18/1/2023).
Dia menjelaskan bahwa Komisi III pernah menyinggung soal hal ini saat rapat bersama Mahkamah Agung.
Menurutnya, restorative justice (RJ) jangan dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengampuni para pecandu narkoba.
“Ini juga kita angkat, jangan RJ RJ ini kemudian menjadi sarana gitu ya, untuk dalam tanda kutip mengampuni hakim-hakim yang jadi pecandu narkoba,” kata Arsul.
“Kalau masyarakat biasa okelah kita ampuni, tapi kalau hakim, penegak hukum ya jangan kemudian karena RJ kemudian dia jadi terampuni, hukumannya kemudian dipulihkan, paling dicabut non-palu sekian, kemudian palunya dikembalikan,” sambung dia.
Apalagi, menurut Arsul, salah satu hakim yang menjadi tersangka itu mempunyai hubungan keluarga dari hakim Mahkamah Agung (MA), sehingga restorative justice itu kemungkinan terjadi.
“Apalagi kalau dia anak dari pejabat atau pimpinan MA. Ini terjadi di kasus yang di Rangkasbitung itu,” bebernya. (aag)
Load more