Jakarta, tvOnenews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar dua perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan. Perkara satu, yaitu permohonan yang diajukan oleh paslon nomor urut satu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dengan nomor register 1/PHPU.PRES-XXII/2024.
Sedangkan perkara dua, yaitu permohonan yang diajukan oleh paslon nomor urut tiga Ganjar Pranowo dan Mahfud Md dengan nomor register 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
Disebutkan Pemilu Presiden sangat mungkin akan diulang kembali tanpa kehadiran Pasangan Prabowo dan Gibran sebagai peserta. Bahwa Pasangan 02 ini seharusnya mendapatkan jumlah suara nol.
"Isi gugatan yang diajukan oleh dua Paslon ini sangat tidak masuk akal, karena UU Pemilu mengatakan Mahkamah Konstitusi hanyalah memeriksa tentang perselisihan suara saja baik itu pada Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, maupun Pemilu Kepala Daerah. Mahkamah Konstitusi tidak bisa memutuskan di luar yang diatur UU Pemilu tersebut," kata politikus Golkar Dhifla Wiyani, Sabtu (30/3/2024).
Menurut Dhifla, sementara Paslon 01 dan 03 tidak mempermasalahkan tentang perselisihan suara tersebut, mereka justru mempermasalahkan terkait proses pencalonan Pasangan Prabowo Gibran. Ia menegaskan trkait dengan proses pencalonan ini bukanlah ranahnya Mahkamah Konstitusi.
Karena menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2022 (UU Pemilu), sudah menentukan jika ada pihak yang berkeberatan terkait dengan proses pencalonan suatu calon maka harus dilaporkan di Bawaslu, maka Bawaslu lah yang akan menyidangkan laporan tersebut.
Kemudian jika putusan Bawaslu itu dirasakan tidak benar, maka dapat diajukan keberatan dengan melakukan gugatan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Dan jika masih merasa tidak puas juga maka dapat diajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung," katanya.
"Proses keberatan inilah yang tidak dilakukan oleh pasangan 01 dan 03 sama sekali, karena mereka selama ini sangat percaya diri bahwa mereka pasti bisa memenangkan kontestasi pada tanggal 14 Pebruari tersebut. Bisa dikatakan mereka lupa, atau abai, atau terlanjur terpesona dengan adanya Gibran sebagai peserta Pemilu Presiden, atau karena menganggap remeh tersebut," katanya.
Dhifla mengatakan dengan mereka tidak melakukan gugatan keberatan atas proses pencalonan tersebut selama ini berarti mereka sudah melepaskan haknya untuk mengajukan keberatan alias sudah kedaluarsa.
"Maka apapun alasan mereka saat ini dengan menggunakan alasan-alasan tersebut, seharusnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi," ucapnya. (ebs)
Load more