Jakarta, tvOnenews.com - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif Hiariej menyebut dalil-dalil permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin (AMIN) dan Ganjar-Mahfud bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadilinya.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang kerap disapa Eddy itu mengatakan bahwa wewenang MK dalam sengketa pemilu hanya sebatas persoalan penghitungan suara. Hal itu telah termaktub dalam Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
"Yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi hanyalah sebatas hasil penghitungan suara, tidak lain dan tidak bukan karena kita melakukan interpretasi gramatikal sistematis, baik terhadap Pasal 24C maupun Pasal 74 dan Pasal 75 Undang-Undang MK," ucap Eddy saat dihadirkan sebagai ahli dari kubu Prabowo-Gibran di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Eddy mengutarakan bahwa postulat yang berarti perkataan adalah hal pertama yang diperiksa untuk mencegah adanya kesalahan pengertian atau kekeliruan dalam menemukan hukum. Oleh sebab itu, dalil permohonan AMIN dan Ganjar-Mahfud hanya mempersoalkan hal-hal di luar kewenangan MK.
"Artinya, kalau MK ini diminta untuk mengadili sesuatu yang di luar kewenangannya, sesungguhnya kuasa hukum Paslon 01 dan kuasa hukum Paslon 03 memaksa Mahkamah untuk melanggar apa yang kita sebut sebagai yuridikitas rechtmatingheid atau asas yuridikitas yang berarti bahwa Mahkamah atau pengadilan tidak boleh memutus sesuatu yang berada di luar kewenangannya," ucap Eddy.
Di samping itu, terkait dengan permasalahan keabsahan pencalonan Prabowo-Gibran, Eddy menilai hal itu merupakan sengketa proses dan bukan merupakan kewenangan MK.
Seharusnya, kata dia, pasangan calon lain yang keberatan menggugat ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) ketika KPU mengeluarkan keputusan pencalonan Prabowo-Gibran. Namun, AMIN maupun Ganjar-Mahfud tidak mengajukan gugatan tersebut.
Load more