Jakarta, tvOnenews.com - Dosen Teknik Pertambangan UIN Jakarta Agus S. Djamil menilai kerugian dalam kasus korupsi Timah sebesar Rp271 Triliun belum jelas apakah itu kerugian negara atau kerugian lingkungan, atau keduanya. Dan itu mulai kapan periode waktunya.
"Setahu saya, kerugian 271 T itu diperkirakan dari kuantifikasi kerusakan lingkungan. Apakah itu kerugian dari PT Timah atau kerugian dari potensi penerimaan negara atau faktor kerusakan lingkungan, ini masih belum jelas. Pemerintah perlu segera menjelaskan rincian pos kerugian, sehingga semakin jelas siapa saja yang terlibat Dan harus bertanggung jawab, " kata Agus, Senin (15/4/2024).
Agus melanjutkan kerusakan lingkungan akibat penambangan yang tidak mengikuti _good mining practices_ di Pulau Bangka dampaknya terasa sekali. Bahkan kerusakan itu terjadi di darat dan laut.
"Kerusakan lingkungan terjadi baik di darat maupun di pantai ataupun laut. Di Pulau Bangka saja, ada lebih dari 12.500 kulong atau lubang bekas tambang. Banyak sekali. Sungai dan pantai banyak mengalami pendangkalan karena _tailing_ atau limbah sedimen, dan itu terjadi sejak kapan pertanyaannya?," ucap Agus.
Agus juga mengatakan sebaiknya tata kelola tambang timah diatur lebih akuntable dan tranparan lagi. Apalagi soal tambang ilegal, perlu dibereskan karena banyak oknum pejabat yang diduga terlibat dalam tambang timah.
"Tata niaga yg cukup rumit itu, saya dengar justru terjadi setelah era Reformasi, dimana PT Timah tidak lagi pegang monopoli/mandat mengelola utama Timah sebagai komoditas strategis. Penambang "illegal" itu juga tidak jelas batasannya, karena keterlibatan oknum pemegang kewenangan lintas sektor yang kolutif," katanya.
Menurutnya, Timah kembali jadi komoditas sangat penting. Oleh karena itu peranan negara perlu sinergi bersama swasta untuk membangun tata kelola yang lebih baik. Apalagi, saat ini memasuki era Transisi Energi semakin membutuhkan timah sebagai elemen penting.
Load more