Jakarta, tvOnenews.com - Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Safri Simanjuntak menjelaskan kasus pembuatan dan pengunggahan video berisi penistaan agama yang diunggah TikToker Galih Loss di akun media sosialnya bertujuan untuk mendapatkan endorsemen.
"Tujuan yang bersangkutan membuat seluruh konten video dalam akun tersebut untuk mencari endorse," katanya saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (24/4).
Sementara itu, Galih pemilik akun @galihloss3 telah membuat video klarifikasi permintaan maaf terkait video tersebut.
"Di sini saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada seluruh umat muslim dan saya menyesali semua perbuatan saya dan saya berjanji untuk tidak akan mengulangi video VT tersebut dan saya akan berjanji akan membuat video-video yang lebih bermanfaat kepada masyarakat Indonesia dan mengedukasi lebih baik lagi ke depannya," kata GNAP.
Tersangka tersebut telah ditangkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya pada Senin (22/4) saat tim unit 2 Subdirektorat (Subdit) IV Tindak Pidana Siber (Tipid Siber) Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan patroli siber dan mendapati adanya akun Tiktok dengan username @galihloss3 yang mengunggah video bermuatan SARA.
Ade Safri menjelaskan video tersebut berisikan penyebaran kebencian berbasis SARA melalui media elektronik dan penodaan terhadap suatu agama.
Ade Safri menjelaskan berdasarkan hasil penyidikan, pada Senin (22/4) pukul 14.30 WIB, tim penyidik melakukan gelar perkara untuk menetapkan GNAP menjadi tersangka.
"Tersangka ditangkap di Jalan Kampung Burangkeng, RT 3/RW 6, Burangkeng, Setu, Bekasi, Jawa Barat, pada Senin (22/4) pukul 23.00 WIB," katanya.
Mantan Kapolrestabes Surakarta tersebut juga telah mengamankan sejumlah bukti, yaitu dua unit ponsel, satu buah akun Tiktok dengan username @galihloss3, satu buah email galihlos2911@gmail.com, satu buah kartu sim nomor 089653703774 dan satu set mikropon.
Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal 28 ayat (2) jo pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 156 a KUHP.
"Dengan ancaman maksimal pidana enam tahun dan pidana maksimal Rp5 miliar," kata Ade Safri. (ant/dpi)
Load more