Jakarta, tvOnenews.com - Komnas Perempuan sebut perusahaan tempat oknum HRD bekerja harus bertanggung jawab terhadap korban pelecehan seksual di LikedIn.
Hal itu disampaikan langsung oleh Komisioner Komnas Perempuan Periode 2020-2024, Theresia Iswarini saat dihubungi tvOnenews, pada Rabu (2/4/2024).
Sebelumnya, oknum rekruter dari Elnusa Robi Chandra lakukan pelecehan seksual terhadap pencari kerja perempuan berinisial DF (25) di LinkedIn.
DF ditawari pekerjaan sebagai sekretaris lewat LinkedIn oleh pelaku. Sebagai syarat, pelaku meminta korban mengirimkan foto korban sedang memakai bra.
Robi Chandra lakukan pelecehan seksual terhadap pencari kerja perempuan berinisial DF (25) di LinkedIn. (IST)
Tak terima menerima pelecehan, korban akhirnya memutuskan untuk menolak tawaran pekerjaan sebagai sekretaris tersebut dan memposting kejadian tersebut hingga viral di media sosial.
Bahkan pascakejadian tersebut korban mengalami trauma hingga ketakutan untuk keluar rumah. Bahkan korban DF mengaku harus konsultasi ke psikiater.
"Lebih baik Elnusa tidak hanya membebastugaskan pelaku tapi tracking atau telusuri siapa korban-korban lainnya yang mesti dibantu juga," katanya.
Menurutnya, Elnusa jangan berhenti pada urusan si pelaku tapi korban juga harus dijangkau sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan.
"Apakah pascakejadian ini korban membutuhkan konseling dan lain-lain. Pemulihan korban sangat penting," katanya.
Theresia sangat menyayangkan kasus kekerasan seksual ini terjadi di anak perusahaan BUMN.
"Karena ini proses rekrutman masa perusahaan tidak tahu apa yang terjadi. Kalau perusahaan tahu selama bertahun-tahun itu terjadi, ada laporan tapi tidak memproses, korporasi bisa menjadi sebagai pelaku menurut UU TPKS," ungkapnya.
Menurutnya penting bagi pemerintah untuk membangun sistem perlindungan dari kejahatan online.
"Sampai sekarang kita belum terlalu banyak punya kebijakan itu. UU ITE pun kontradiktif, di satu sisi, memberi satu persepektif kejahatan melalui online bisa diproses. Tapi di sisi lain dia (UU ITE) juga potensial mengkriminalisasi korban, ini yang belum clear di UU ITE kita," tuturnya.
Termasuk perangkat yang akan memproses kejahatan berbasis online, apalagi kejahatan seksual berbasis online itu perlu betul-betul dibangun.
"Kemudian bagi korporasi, apalagi perusahaan besar, perusahaan bergengsi, harusnya punya semacam manual atau aturan internal tekait bebas dari kekerasan di tempat kerja, termasuk kekerasan seksual," tambahnya.
Sebagai sebuah anak perusahaan BUMN, Elnusa punya sebuah tanggung jawab lebih, karena perusahaan ini milik negara.
"(Elnusa) harus punya SOP, itu harus menjadi salah satu indikator untuk mengatakan bahwa perusahaan ini sehat atau tidak. SOP kebijakan internal atau apapun untuk mengatasi kekarasan seksual di tempat kerja perlu dibangun betul termasuk mekanisme pelaporannya," katanya.
Menurutnya, di tempat kerja relasi kuasa sangat beerlaku, kasus kekeraan seksual selalu ditutupi karena ketakutan dari korbannya.
Banyak sekali kasus kekerasan seksual di tempat kerja yang seringkali luput, karena problem relasi kuasa yang besar.
"Uusan pemulihan korban jangan dibaikan meskipun urusan di kasus ini pelaku minta maaf, enggak cuma sekedar soal minta maaf. Enggak cuma sekedar Elnusa memecat si pelaku, tapi juga memastikan bahwa korban mendapatkan hak atas pemulihannya," pungkasnya.
DF (25) korban kekerasan seksual oknum rekruter di LinkedIn. (tvOne)
Sebelumnya, Manager of Corporate Communications Elnusa, Jayanty Oktavia Maulina menegaskan pria berinisial RC tidak bertugas dalam proses rekrutmen atau pencarian karyawan di anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tersebut.
Bahkan, buntut kasus dugaan pelecehan seksual pencaker di LinkedIn tersebut, pihak Elnusa telah membebastugaskan RC.
Menindaklanjuti kasus tersebut Elnusa kini memproses RC dan melakukan proses investigasi.
"Yang bersangkutan saat ini telah dibebastugaskan dan menjalani proses investigasi untuk pemberian sanksi lebih lanjut sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," ungkapnya.
Jayanty menegaskan Elnusa menjungjung tinggi Tata Nilai AKHLAK, sehingga tidak mentolerir tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dan etika.
"Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan atas kejadian ini," katanya.
Jayanty menambahkan, rekrutmen yang dilakukan oleh RC berada di luar pengetahuan perusahaan.
Ia menegaskan RC tidak memiliki wewenang apa pun terkait proses rekrutmen karyawan.
"Kami tidak mengetahui perihal rekrutmen yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Rekrutmen apa pun yang ditawarkan yang bersangkutan kepada para pelapor di luar sepengetahuan perusahaan, karena yang bersangkutan tidak memiliki wewenang apapun terkait dengan rekrutmen," pungkasnya.(muu)
Load more