Untuk itu, ia mengingatkan agar kejadian serupa tak terjadi kembali, tidak hanya untuk penari dan pengibing (sebutan bagi penonton yang berduet dengan penari), tapi juga penonton yang merekam dan menyebarkan di media sosial.
“Bagi yang mengunggah kalau bersifat pornografi hati-hati dengan Undang-undang ITE, mari kita bijak, lebih baik lapor ditangani langsung oleh tokoh agama, seni, dan budaya, tidak melulu ke pemerintah tapi kalau dilapor ke kami, kami tindaklanjuti,” ujarnya.
Di hadapan Satpol PP Bali, penari berinisial AR itu bercerita bahwa rekaman viral saat ia menari Joged Bumbung di luar pakem itu terjadi pada Rabu (6/3) lalu di Desa Songan A, Kabupaten Bangli.
Saat itu AR bersama kelompok tari berjumlah 20 orang dibayar untuk menari joged di upacara persembahyangan di rumah JD, kepada media AR mengatakan tidak ada niat menari dengan gerakan tidak senonoh saat itu.
“Kemarin-kemarin saya tidak pernah seperti itu, ini baru sekali, menarinya biasa saja cuma pengibingnya yang terlalu agresif, dan kadang kalau menari sudah dengar gamelan lupa dengan situasi,” tuturnya.
Remaja yang sudah menari sejak duduk dibangku SMP itu mengaku terpaksa mengikuti pola tarian pengibing padahal awalnya sudah berencana melakukan gerakan lain.
“Saya selaku penari joged ingin minta maaf dan ke depannya agar tidak lagi terulang kejadian menari yang dianggap pornografi,” ucapnya.
Load more