Jakarta, tvOnenews.com - Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Utara akhirnya mengungkap detik-detik siswa di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta berinisial P (19) meninggal dunia karena pukulan benda tumpul.
Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Polisi Gidion Arif Setyawan menyatakan berdasarkan hasil visum et repertum bahwa senior STIP habisi juniornya karena pukulan benda tumpul.
"Kami tidak membuat analogi-analogi dalam penyidikan sehingga fakta yang ada, klarifikasi yang ada, itu yang kami pakemi, kami ikuti," kata Gidion kepada wartawan di Jakarta Utara, Rabu (8/5/2024).
Dengan demikian, dugaan penyebab kematian siswa STIP di luar dari pemukulan/penganiayaan, misalnya karena serangan jantung, itu bukan merupakan hasil penyelidikan dan penyidikan kepolisian.
Polisi kini telah menetapkan empat orang tersangka pada konstruksi pidana kekerasan eksesif yang terjadi di lingkungan STIP Jakarta.
Keempat orang tersangka merupakan senior atau kakak tingkat P saat menempuh pendidikan di STIP Jakarta yaitu TRS, WJP, KAK, dan FA.
Berdasarkan hasil klarifikasi terhadap orang yang bersangkutan, penyidik menyimpulkan bahwa peristiwa itu baru terjadi sebanyak satu kali.
Penyidik juga saat ini masih berupaya mengembangkan kasus penganiayaan tersebut dan melengkapi berkas-berkasnya sebelum diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selama proses pengembangan tersebut, total ada 43 saksi yang sudah diperiksa penyidik, di antaranya 36 siswa STIP dari tingkat I, tingkat II, dan tingkat IV, pengasuh STIP, dokter klinik STIP, dokter RS Tarumajaya Bekasi, ahli pidana, serta ahli bahasa.
Kemudian barang buktinya merupakan hasil visum et repertum yang menyatakan korban memiliki luka-luka lecet pada bibir, perut akibat kekerasan benda tumpul.
Hasil skrining alkohol dan NAPZA negatif, terdapat tanda-tanda perundungan hebat ada pendarahan.
Polisi juga memperoleh pakaian korban, pakaian tersangka yang digunakan saat kejadian, rekaman kamera pengawas (CCTV) dan hasil analisa digital terhadap rekaman tersebut.
Sebelumnya, polisi juga mengungkap peran tiga tersangka baru kasus taruna tingkat satu Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Putu Satria Ananta (19) tewas dianiaya seniornya di kampus STIP.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan, ketiga tersangka baru tersebut merupakan taruna tingkat dua STIP berinisal AK, WJP, dan FA.
Tersangka FA merupakan taruna yang berperan memanggil korban turun dari lantai tiga ke lantai dua.
"Woi...tingkat satu yang memakai PDU, sini," kata Kombes Pol Gidion menirukan tersangka, saat jumpa pers, Rabu (8/5/2024).
Gidion menjelaskan, tersangka FA juga berperan sebagai pengawas saat pelaku utama TRS melakukan kekerasan eksesif kepada korban.
Hal itu terbukti dari kamera pengawas dan keterangan sejumlah saksi.
Kemudian tersangka WJP berperan saat proses kekerasan terjadi pada korban dengan mengucapkan, "jangan malu-malu ini JPDM kasih paham".
Lalu, saat korban dipukul, tersangka WJP juga mengatakan "bagus tidak raderest" atau artinya masih kuat.
"Ada kata-kata yang hidup dalam kehidupan mereka di kampus saja dan ini yang coba kami urai menggunakan ahli bahasa," ujar Gidion.
Kemudian untuk tersangka ketiga AK berperan menunjuk kepada korban saat dilakukan kekerasan.
"Pelaku ini juga mengucapkan kata, adikku aja ini mayoret terpercaya," kata dia.
Gidion menambahkan, penetapan tiga tersangka baru itu berdasarkan hasil pengembangan penyidikan pihak kepolisian.
Ketiga pelaku dijerat Pasal 351 ayat 3 Pasal 55 juncto 56 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun.
"Ketiganya turut serta dalam melancarkan aksi pidana ini terjadi," kata dia.
Selain itu, Polres Metro Jakarta Utara mengungkapkan bahwa taruna tingkat dua STIP berinisial TRS sebagai pelaku penganiayaan yang menyebabkan korban taruna tingkat satu STIP bernama Putu Satria Ananta Rustika (19) meninggal pada Jumat (3/5/2024).
Sementara, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi juga telah mengunjungi rumah duka siswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda Putu Satria Ananta Rustika (19) yang meninggal dunia pada Jumat (3/5/2024) akibat kekerasan oleh seniornya.
Dia meminta maaf kepada keluarga korban, sebab Rio, panggilan akrab korban, meninggal dunia saat menjalani pendidikan di sekolah kedinasan di bawah Kemenhub.
“Ini menjadi sangat mendalam bagi kami dan menjadi titik bahwa kami harus melakukan suatu perubahan, penting inisiatif ini kami lakukan, dan saya mohon maaf pada saat di Jakarta saya tidak bisa menemui, karena saya di luar kota,” kata dia di Kabupaten Klungkung, Bali, Kamis (9/5/2024).
Kehadiran Menhub di rumah duka tepat sehari sebelum upacara pengabenan untuk jenazah Putu Satria, bersama tim, dia tiba di Desa Gunaksa, Klungkung, sekitar pukul 8.30 Wita.
Saat tiba, Budi Karya langsung memeluk keluarga korban dan bersama-sama ke balai tempat jenazah Putu Satria dibaringkan.
Menteri kelahiran Palembang tersebut, kemudian duduk dan berbincang-bincang dengan keluarga korban, setelah itu memberi cenderamata serta bantuan uang dari STIP Marunda.
Selain rencana merombak sistem pendidikan di sekolah kedinasan, Menhub juga menyampaikan ke keluarga korban bahwa mereka sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk melakukan upaya hukum dan pengawalan terhadap kasus ini, sehingga pelaku mendapat hukuman setimpal.
Selain itu, Nengah Rusmini yang merupakan ibu korban menyampaikan terima kasih atas kehadiran Menhub Budi Karya di tengah suasana duka tersebut.
Dia berharap kematian putra pertamanya segera mendapat titik terang dan mengungkap semua pelaku di balik itu.
“Mudah-mudahan apa yang disampaikan tadi memang akan terwujud sesuai harapan keluarga kami, dan untuk kasus Rio, saya mohon dukungan, sehingga keluarga kami mendapat keadilan seadil-adilnya, biar kematian anak saya tidak sia-sia,” tuturnya.(ant/lkf)
Load more