Ia juga menyinggung rekomendasi dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada hasil penilaian pelajar internasional atau PISA tahun 2018 yang tidak menyebutkan bahwa Indonesia harus mengganti kurikulum.
"Di tahun 2018 itu, tertulis kok di rekomendasi PISA, karena Indonesia kan baru saja mengganti kurikulumnya (2013). Rekomendasinya itu memastikan semua guru mendapatkan pelatihan yang baik sehingga mereka bisa menjadi agen perubahan kurikulum, jadi bukan mengganti kurikulum, tetapi meningkatkan kompetensi guru-gurunya," katanya.
Untuk itu, dia berpesan agar pendidikan tak hanya jadi sarana untuk mencari keuntungan atau komersialisasi, tetapi benar-benar ditujukan untuk pembangunan manusia.
"Kalau kita bicara sekolah negeri, harusnya semua kegiatan seperti study tour itu dibiayai oleh pemerintah, agar tidak berpotensi menjadi proyek-proyek, entah memang untuk menutupi anggaran yang bolong atau bahkan untuk kepentingan oknum sekolah. Kalau itu dibiayai pemerintah, jadi resmi program pemerintah yang sudah didesain," ucap dia.
Menurutnya, momentum pergantian menuju Presiden dan Wakil Presiden yang baru menjadi harapan untuk memfokuskan pendidikan pada pembangunan manusia, utamanya peningkatan kapasitas para guru.
"Ini momentum yang tepat, kita punya Presiden yang baru, wakil rakyat yang baru, harapan saya Pak Prabowo bisa memfokuskan pada pembangunan manusia, untuk disiapkan dengan tepat, mulai membenahi pabrik guru," demikian Indra Charismiadji. (ant/aag)
Load more