Jakarta, tvOnenews.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana Jimmy Z. Usfunan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk cermat dalam penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) anggota DPR RI.
Jimmy meminta MK tidak hanya menggunakan pendekatan kuantitatif dan prosedural semata dalam memutus perkara, tapi juga harus mengkaji aspek kualitatif atau kecurangan proses pemilihan legislatif.
"Jangan sampai terdapat perkara-perkara yang secara substansial membutuhkan pemeriksaan bukti dan saksi-saksi lebih lanjut ternyata terhenti pada putusan dismissal," kata Jimmy dalam keterangan tertulis, Rabu (15/5/2024).
Jimmy pun menyinggung penanganan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) yang lalu oleh MK yang menunjukkan kebijakan responsifnya.
Bahkan, lembaga peradilan konstitusi itu turut menghadirkan bukti dan saksi yang mengakomodir kehendak para pihak dalam memeriksa perkara PHPU tersebut.
"Untuk itu, demi kepastian hukum maka dugaan proses kecurangan dalam pemilihan legislatif juga semestinya diberlakukan sama," ujar Jimmy.
Pakar HTN Universitas Udayana ini pun mencontohkan sengketa PHPU yang dimohonkan oleh Idris Laena calon anggota (caleg) DPR RI Dapil Riau 2 dari Partai Golkar.
Idris merasa dirugikan akibat adanya kesalahan oknum Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam memasukkan perolehan suara yang coblos lambang partai atau kolom partai dan salah satu nama caleg ke dalam suara partai politik bukan suara caleg.
Menurut Jimmy, perkara ini merupakan persoalan serius dan mencederai daulat rakyat sebagai akibat tindakan sewenang-wenang oknum KPPS yang berdampak pada hilangnya 4.505 suara.
"Karenanya, sudah seharusnya Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan secara cermat dengan menghadirkan bukti-bukti dan saksi-saksi dalam persidangan untuk diperiksa lebih lanjut," ucapnya.
Apalagi, lanjut Jimmy, persoalan yang dialami Idris Laena sangat terang jika dilihat dari Pasal 53 Ayat (5) huruf C Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara pada Pemilihan Umum.
Dalam beleid itu disebutkan semestinya dihitung sebagai perolehan suara calon legislatif jika surat suara dicoblos pada kolom logo atau gambar parpol dan dicoblos pada kolom nama calon atau nomor urut calon.
Di sisi lain, dalam keterangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada sidang pendahuluan MK menguraikan adanya fakta keberatan yang diajukan oleh salah seorang saksi saat rekapitulasi di tingkat Kabupaten Kampar.
Kala itu, ada rekaman suara dan video yang memperlihatkan KPPS membuat kesepakatan jika surat suara dicoblos pada kolom logo atau gambar parpol dan dicoblos pada kolom nama calon atau nomor urut calon, maka suara dimasukkan sebagai perolehan suara partai bukan perolehan suara calon.
"Dengan membuka ruang untuk memeriksa pokok perkara dan bukti-bukti yang dihadirkan, maka diyakini persidangan MK akan menghadirkan kebenaran materiil. Apalagi secara konstitusional kedudukan MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan," terang Jimmy. (hmd/nsi)
Load more