Ada pula perbedaan dalam kecepatan maksimum yang ditempuh. Whoosh dapat bergerak dengan kecepatan tertinggi sekitar 350 km per jam, sementara kereta cepat China dengan rute Qiqihar-Harbin hanya dipacu hingga kecepatan maksimal 250 km per jam.
“Memang kereta cepat China, menurut saya, terasa agak lebih lambat dibandingkan dengan pengalaman saat naik Whoosh,” ujar salah seorang penumpang lain, Tisa (36 tahun) asal Jakarta.
Ia juga sempat menyebut ruang kaki atau ‘leg space’ yang terasa sedikit lebih terbatas. “Seingat saya, di Whoosh itu lebih lega,” katanya, menambahkan.
Tampilan layar informasi di setiap gerbong, dengan tulisan berjalan berwarna merah yang menampilkan suhu cuaca, tanggal dan hari, serta kecepatan kereta melaju, mungkin menjadi salah satu kesamaan yang membuat kedua kereta terasa seperti ‘kakak beradik’.
Pengalaman menjajal kereta cepat dengan jarak yang lebih jauh, membuat para warga negara Indonesia tersebut berharap agar kelak rute KCIC Whoosh dapat diperluas dan menjangkau berbagai daerah lain.
Seperti yang dikatakan oleh Sagita (28 tahun), asal Depok, usai turun dari gerbong kereta cepat China.
“Mungkin kalau ada rute lain, seperti Jakarta-Surabaya atau Jakarta-Semarang, Yogjakarta, itu bagus sekali karena bisa sangat memotong waktu perjalanan,” katanya. (ant/aag)
Load more