Jakarta, tvOnenews.com - Nama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, hingga mantan Presiden dan Wapres RI disebut-sebut sebagai calon penasihat Prabowo-Gibran.
Pembahasan mengenai pembagian kursi jabatan pada pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang akan dilantik 20 Oktober 2024 mendatang, memang terus santer diperbincangkan.
Belum lama ini, politikus Partai Gerindra Maruarar Sirait mendukung Presiden Jokowi menjadi penasihat presiden terpilih Prabowo Subianto.
Menurut Maruarar, Jokowi adalah sosok berpengalaman dan memiliki jaringan yang baik selama memerintah dua periode terakhir.
Ia menilai, pengalaman yang dimiliki Jokowi akan sangat membantu Prabowo untuk memimpin Indonesia.
Selain itu, Maruarar juga menyebut Jokowi dan Prabowo telah memiliki hubungan yang sangat dalam.
"Menurut saya, itu akan bagus kalau beliau bisa menjadi penasihat ya, penasihat dalam proses pemerintahan ke depan," kata Maruarar atau Ara, dikutip Selasa (21/5/2024).
Terpisah, Menko Luhut Binsar Pandjaitan juga mengaku siap untuk menjadi penasihat Prabowo Subianto.
Prabowo Subianto selaku Presiden Terpilih 2024 bahkan telah meminta Menko Luhut untuk menjadi penasihatnya saat menjabat bersama Gibran Rakabuming Raka kelak.
“Saya siap membantu sesuai permintaan beliau sebagai penasihat, kalau (bantuan) itu masih diminta,” kata Luhut saat di Bali beberapa waktu lalu.
Luhut mengaku bahwa Prabowo sempat memintanya untuk menjadi menteri dalam kabinet yang saat ini tengah dibentuk.
Kendati demikian, Luhut menolak tawaran atau permintaan tersebut dan memilih untuk menjadi penasihat.
“Beliau (Prabowo) sudah meminta (agar jadi menteri). Saya, ya... saya tidak,” kata Luhut.
Menyusul kabar Jokowi dan Luhut di bursa calon penasihat presiden periode 2024-2029 mendatang, muncul wacana untuk dibentuk kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Maruarar Sirait sempat mengusulkan agar Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dibentuk kembali setelah dibubarkan sejak lama.
Menurutnya, DPA bisa dibentuk kembali dengan diisi tokoh-tokoh nasional dengan pemikiran yang baik.
"Kalau saya yang paling cocok, saya usulkan dulu ada DPA, Dewan Pertimbangan Agung itu bisa dibentuk lagi," kata Ara.
Sebelumnya, usulan Presidential Club diformalisasikan menjadi DPA disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5).
"Saya hanya menyampaikan kalau mau diformalkan kita pernah punya DPA, tetapi pascareformasi itu kan dihapus, diganti dengan namanya Wantimpres. Ya kalau mau diformalkan lagi biar lebih bagaimana gitu, ya, boleh saja, tergantung Prabowo, tetapi itu harus melalui tentu saja amandemen kelima (UUD 1945)," kata Bamsoet.
Ia mengatakan bahwa apabila Presiden Terpilih Prabowo Subianto menghendaki DPA dihidupkan kembali, maka akan diisi oleh mantan Presiden dan Wakil Presiden RI.
"Ya, mantan Presiden dan Wakil Presiden. Jadi, di-wadahkan dalam bentuk formal supaya juga ada pride (kebanggaan) bagi mantan-mantan Presiden-Wakil Presiden RI sebagai Dewan Pertimbangan Agung," katanya.
Diketahui, DPA sudah sudah dihapus sejak 2003 karena dianggap kurang efektif dalam melaksanakan tugasnya.
Namun, presiden memiliki kewenangan untuk membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat kepada presiden, yakni Wantimpres atau Dewan Pertimbangan Presiden.
Terkait hal tersebut, beberapa waktu lalu Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla atau JK menilai DPA tidak perlu dihidupkan lagi karena sudah ada Wantimpres sebagai pengganti DPA.
"Tidak perlu lagi rasanya, Wantimpres saja cukup. Masa ada dua," ucap JK saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis pekan lalu.
Adapun DPA adalah lembaga negara yang dihapuskan dalam perubahan keempat Undang Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.
Perubahan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan suatu dewan yang mempunyai tugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden masih tetap diperlukan, tetapi statusnya menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan negara yang berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Keberadaan Wantimpres diatur dalam UU Nomor 19 tahun 2006. Namun, kedudukan Wantimpres tidak dimaknai sebagai sebuah dewan pertimbangan yang sejajar dengan Presiden atau lembaga negara lain, seperti DPA pada masa sebelum perubahan UUD 1945. (rpi)
Load more