Jakarta, tvOnenews.com - Dugaan rekayasa kasus pembunuhan Vina semakin menguat setelah deretan kejanggalan muncul seiring banyak pihak yang buka suara.
Kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya Eky, dua remaja asal Cirebon kembali menjadi perbincangan publik setelah viral dibuat film horor dengan judul Vina: Sebelum 7 Hari.
Selain karena difilmkan, kasus pembunuhan Vina dan Eky ini juga masih menyisakan tiga pelaku yang buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO), sementara delapan pelaku lainnya sudah divonis.
Beberapa pihak yang sebelumnya tak terungkap di publik kini mulai buka suara, baik itu dari pihak keluarga Vina dan Eky dan juga para terpidana pembunuhan.
Banyak kejanggalan yang membuat kasus pembunuhan Vina dan Eky semakin runyam, termasuk dugaan salah tangkap para pelaku.
Lantas, apa saja kejanggalan yang muncul hingga dugaan rekayasa kasus pembunuhan Vina dan Eky semakin menguat?
Pada saat pembuatan film Vina: Sebelum 7 Hari, keluarga Vina di Cirebon memgaku sempat didatangi orang tak dikenal.
"Sebelum ada film ini situasinya biasa saja. Tapi begitu kisah tragis adik saya ini difilmkan, ada seorang pria mendatangi keluarga kami minta agar kasusnya jangan kembali dibuka," kata kakak Vina, Marliyana.
Marliyana mengatakan, keputusan untuk membuat film berdasarkan kisah Vina sebenarnya adalah keputusan yang berat.
Namun, karena sudah lelah mencari para pelaku yang buron, maka keluarga Vina berharap dengan dibuatnya film tersebut kasus pembunuhan gadis 16 tahun itu bisa tuntas terungkap.
Salah satu pelaku yang sudah bebas, Saka Tatal buka suara setelah dirinya sempat dipenjara sebagai terpidana kasus pembunuhan Vina.
Saka Tatal keluar lebih cepat karena pada tahun 2016 ia masih di bawah umur sehingga hanya dipencara delapan tahun, dan dapat remisi empat tahun.
Setelah bebas, ia mengungkapkan tidak mengenal para pelaku khususnya para DPO yang saat ini masih buron.
"Permasalahannya saya juga tidak tahu. Saya juga jadi korban salah tangkap. Saya waktu itu (kejadian pembunuhan) ada di rumah sama paman saya," kata Saka.
Saat diperiksa, Saka mengaku dirinya dipukuli polisi untuk mengakui perbuatan yang tidak diketahuinya.
"Saya langsung dipukulin, suruh ngaku perbuatan yang nggak saya lakuin," kata Saka menjelaskan.
Pernyataan Saka ini juga sejalan dengan pengacara lima terpidana lainnya yakni Jogi Nainggolan.
Jogi mengungkapkan bahwa kelima kliennya dipukuli polisi untuk mengaku sebagai pembunuh Vina dan Eky.
Tiga pelaku yang saat ini masih buron disebut sebagai warga Desa Banjarwangunan, Cirebon.
Menanggapi hal ini, Kepala Desa Banjarwangunan Sulaeman langsung memeriksa warganya yang disebutkan.
Adapun tiga nama yang disebar polisi sebagi DPO adalah Pegi alias Perong, Dani, dan Andi.
Namun, setelah diperiksa kepala desa tak menemukan alamat dengan nama-nama tersebut.
"Yang pertama itu Pegi, Pegi tidak ada. Nama Andi ada 15 orang, sudah dikroscek dan tidak ada yang sesuai, Dani di kami ada 9 orang dan sudah dikroscek juga, hasilnya nol juga, nggak ada," kata Sulaeman menjelaskan.
Di dalam putusan sidang Pengadilan Negeri Cirebon terkait kasus pembunuhan Vina dan Eky, disebutkan seorang terdakwa minta pelaku lainnya mengarang cerita untuk mengurangi hukumannya.
"Menerangkan tujuan kedatangan keluarga saksi EKO RAMADHANI dan Pengacara adalah minta agar saksi EKO RAMADHANI alias KOPLAK Bin KOSIM, Terdakwa I HADI, Terdakwa II EKA SANDY, Terdakwa III JAYA, Terdakwa IV SUPRIYANTO dibebaskan dari kejadian yang diduga pembunuhan dan pemerkosaan yang terjadi di SMPN 11, saksi diminta untuk mengarang cerita agar membantu/meringankan saksi EKO RAMADHANI alias KOPLAK Bin KOSIM," demikian bunyi putusan.
Dijelaskan, saat itu ayah dari Eko Ramdhani salah satu terpidana, akan memberikan amplop berisi uang kepada para saksi, namun ditolak.
Selain itu, saksi juga didatangi oleh pengacara Jogi Nainggolan, disuruh mengaku bahwa pada tanggal kejadian, para saksi bersama Eko Ramdhani sedang berada di rumah Pak RT.
Kasus pembunuhan Vina dan Eky semakin runyam dan menimbulkan banyak keterangan-keterangan liar.
Pihak Polda Jawa Barat (Jabar) sudah memberikan permohonan untuk bisa melakukan pemeriksaan kembali terhadap kasus ini.
"Tadi surat permohonan sore ke kanwil Kemenkumham Jabar, tembusan tadi ada ke kami via WA karena saya sedang ada giat di Jakarta," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan, Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Robianto. (iwh)
Load more