Jakarta, tvOnenews.com - Pakar komunikasi yang juga pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Satrio Arismunandar menanggapi soal kritikan yang diberikan oleh Cendikiawan NU Nadirsyah.
Ia mengamati adanya pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja telah memanfaatkan kasus ini dan menggorengnya kepada unsur persaingan usaha.
"Semua komentar yang ada di sosial media itu bentuknya seragam, seperti ada yang mendrivenya," ujar Satrio dalam keterangannya Selasa (21/5/2024).
Diketahui salah satu media online dikritik oleh Cendekiawan NU Nadirsyah karena mencatut namanya di artikel advertorial Aqua tanpa persetujuannya.
Menurut mantan wartawan ini, sangat jarang ada netizen yang ikut campur dalam permasalahan berupa keberatan penulisan di media.
"Yang ribut itu biasanya antara pihak yang dirugikan dalam tulisan itu dan pihak-pihak terkait yang dianggap telah merugikan, itu saja. Dan biasanya itu diselesaikan secara kekeluargaan antar kedua belah pihak. Jadi, jarang ada para netizen apalagi di sosial media yang ikut campur," ungkapnya.
Makanya, lanjut Satrio, ada sesuatu yang aneh dalam kasus ini, di mana sepertinya ada para netizen yang dengan sengaja dikomandoi seseorang untuk menggoreng masalah ini dan mengarahkannya kepada unsur persaingan usaha.
“Kalau komentar-komentar itu seragam, serempak dalam waktu yang kayaknya bersamaan, kita bisa menduga kemungkinan ada suatu upaya terorganisir, sistematis, masif, yang memanfaatkan isu ini untuk menghantam pesaing dagangnya. Itu bisa terjadi,” jelasnya.
Menurut Satrio, apa yang terlihat di sosial media itu sudah lebih daripada sekedar kritik pada praktik jurnalistik, namun sudah mengarah kepada strategi untuk menghancurkan pesaing bisnis.
“Nah, itu lain lagi masalahnya. Kita tidak lagi bicara mengenai masalah etika jurnalistik. Ini ngomong soal taktik-taktik perang dagang kalau gitu,” ucapnya.
Ia beranggapan kalau pun melakukan kritik terhadap kesalahan pencatutan nama di dalam sebuah tulisan, sebaiknya kritik yang sifatnya membangun dan bukan menjatuhkan.
Menurutnya kasus itu hanya berkaitan dengan pelanggaran etika jurnalistik dengan membuat suatu pernyataan tanpa mewawancarai narasumber.
Dalam kasus ini, kata Satrio, biasanya bisa diselesaikan dengan cara pihak yang dirugikan melakukan komplain berupa hak jawab dan memintanya untuk dimuat di media bersangkutan.
“Itu penyelesaiannya biasanya bisa melalui dewan pers dan segala macem. Masalahnya juga bisa selesai sejauh yang bersangkutan merasa bahwa ini hanya kesalahan biasa tidak ada suatu niat buruk dari pihak media atau pihak terkait lainnya untuk sengaja menjatuhkan dia. Jadi, itu terserah yang bersangkutan bagaimana menyelesaikannya,” tuturnya.
Tapi, jika orang yang dicatut namanya itu saja sudah menganggap kasusnya selesai, namun masih ada lagi masyarakat yang terus membesar-besarkan masalah ini, menurut Satrio, orang-orang tersebut jelas yang bermasalah.
“Jadi lebih ketahuan lagi ada tujuan lain di balik permasalahan itu. Karena yang merasa berurusan dalam kasus ini saja sudah menganggapnya selesai, kenapa terus meributkan lagi, mengangkat lagi permasalahan ini dan terus menggorengnya,” tandasnya.
Sebelumnya, Cendekiawan Muslim Prof Nadirsyah Hosen menyatakan persoalan pencatutan namanya di sebuah artikel yang dimuat di media online sudah selesai dan tidak perlu diperpanjang lagi.
Load more