Menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap anak ini, Nahar pun meminta pihak kepolisian untuk menyelesaikan secara tuntas dan memperhatikan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Ia menyebut, terduga pelaku melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan anak meninggal dunia. Sehingga dapat di jerat pasal 80 Ayat (3) jo. 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Selain menggunakan UU Perlindungan Anak, juga dapat dikenakan pasal 188 KUHP.
"Namun, dikarenakan terlapor masih berusia anak, sehingga untuk setiap proses hukumnya wajib mempedomani Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 dan dikarenakan AKH belum berusia 12 tahun, maka pada prosesnya dapat menggunakan PP Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun. Dalam kasus yang melibatkan Anak Berkonflik dengan Hukum kepentingan terbaik bagi anak tetap harus menjadi prioritas dalam upaya penanganan kasus dan proses hukum," ungkap Nahar.
Nahar menyebutkan selain AKH, pihak sekolah juga dapat dikenakan sanksi pidana apabila terbukti adanya kelalaian dari pihak sekolah terhadap kejadian tersebut yang diatur dalam pasal 359 KUHP yakni "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun."
Selain itu, pihak orang tua atau wali atau ahli waris korban juga dapat mengajukan permohonan restitusi sesuai yang diatur dalam pasal 3 PP Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana yakni, restitusi bagi Anak yang menjadi korban tindak pidana.
Nahar mengatakan Kemen PPPA akan turut memastikan pemenuhan hak anak lainnya yang berkonflik dengan hukum termasuk anak saksi serta melakukan pendampingan dan penguatan psikologis bagi anak-anak tersebut.
Load more