Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah memanfaatkan Aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPP-GBM) sebagai triangulasi untuk meningkatkan validitas data capaian program penanggulangan stunting atau tengkes di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy usai menghadiri rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (13/6/2024).
"Untuk itu, kami akan lakukan triangulasi hasil survei dari Sistem Kesehatan Indonesia yang 0,1 persen itu dengan hasil EPP-GBM yang sekarang dilakukan penimbangan secara serempak," bebernya.
Menurut Muhadjir, EPP-GBM merupakan pencatatan dan pelaporan berbasis masyarakat dengan teknologi elektronik. Mekanisme itu diterapkan sepanjang Bulan Penimbangan Balita yang bergulir mulai Juni 2024 secara serentak di 330.881 posyandu di seluruh daerah.
Kegiatan tersebut, kata Muhadjir, menyasar 90 persen balita dan ibu hamil melalui bantuan tenaga terlatih untuk memantau kondisi gizi agar didapat gambaran yang valid terkait kondisi terkini stunting di Indonesia.
"Kenapa saya bilang harus valid? Karena kan kita sudah melakukan akselerasi besar-besaran untuk menyeragamkan alat ukur dan alat timbang, antropometri. Kemudian di setiap puskesmas sekarang ini 90 persen punya USG untuk bisa mengecek kehamilan," katanya.
Prevalensi stunting di tanah air sejak 2014 mencapai 37 persen dan berhasil ditekan ke angka 21 persen dari total populasi balita dalam kurun 9 tahun terakhir. Meskipun, pada 2023 penurunan persentase stunting relatif kecil pada angka 0,1 persen.
Muhadjir mengatakan, data EPP-GBM diproyeksikan dapat menjadi pembanding dari capaian sensus Sistem Kesehatan Indonesia (SKI) untuk meningkatkan validitas data yang diperoleh pemerintah.
"EPP-GBM dan SKI dari Kemenkes. Oleh karena itu, kalau ada perbedaan, nanti kita cari mana yang lebih bisa dipertanggungjawabkan," katanya.
Muhadjir berharap metode EPP-GBM dapat meningkatkan akurasi capaian program penanggulangan stunting, agar seluruh kebijakan pemerintah terkait hal itu tepat sasaran.
"Kalau angkanya salah, intervensinya pasti salah. Tapi kalau angkanya mendekati benar, insya Allah intervensinya juga tepat," katanya. (ant/aag)
Load more