Jakarta, tvOnenews.com - Belakangan ini judi online begitu meresahkan publik, bahkan telah menelan banyak korban di Indonesia.
Bayangkan saja, karena judi online seorang Polwan Mojokerto bunuh dan bakar suami yang merupakan polisi.
Selain kasus itu, terjadi juga kasus lainnya yang terjadi pada prajurit TNI Angkatan Darat Kesatuan Batalyon Kesehatan Divisi Infanteri 1 Kostrad.
Prajurit berinisial PSG ditemukan meninggal pada 4 Juni 2024 di kamar OB Rumah Sakit Lapangan Yonkes 1 Kostrad, Sukaraja, Bogor.
PSG diduga bunuh diri karena stres terlilit utang akibat judi online.
Tak hanya itu saja, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap bahwa judi online merambah hampir semua kalangan.
Berdasarkan data transaksi yang berhasil dilacak, judi online dimainkan oleh anak-anak hingga usia tua.
Menurut Koordinator Humas PPATK Natsir Kongah, pelajar kalangan SD dan SMP bahkan sudah bermain judi online.
Selain itu ada juga para pengemis hingga kalangan pensiunan.
"Dari data transaksi dan pengaduan masyarakat yang kami terima, diketahui banyak anak-anak belum dewasa, kelompok usia SD, SMP, para pengemis, mereka yang tidak memiliki pekerjaan, para pekerja sektor informal yang secara sendiri-sendiri (khususnya yang sudah dewasa) atau berkelompok (khususnya usia anak-anak dengan menghimpun dana dalam kelompok-kelompok tertentu," ujar Humas PPATK Natsir Kongah.
"Terbukti dari data transaksi, memang fenomena judi online sudah merambah hampir semua kalangan, dari usia anak-anak hingga usia tua (pensiunan, dan lain-lain)" tambah Natsir.
Selain itu, jumlah perputaran uang judi online (judol) hingga kuartal I 2024 tembus Rp 600 triliun.
Sementara jumlah pemainnya tercatat mencapai 3 juta orang. Dari jumlah itu, 80% pemain judi online memasang taruhan relatif kecil yakni Rp 100 ribu.
"Berdasarkan data PPATK, bahwa lebih dari 80% (hampir 3 juta anggota masyarakat) yang bermain judol adalah mereka yang ikut melakukan judol dengan nilai transaksi relatif kecil (Rp 100 ribu)," bebernya.
Transaksi kecil itu umumnya dimainkan oleh kalangan ibu rumah tangga, pelajar, pegawai golongan rendah, hingga pekerja harian lepas.
Secara agregat jumlah transaksinya mencapai Rp 30 triliun.
Di sisi lain, ada hal yang mengejutkan dari polemik judi online di Indonesia. Bahkan, dampak bahaya mengerikan judi online banyak yang belum mengetahui.
Menurut keterangan Dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Radius Setiyawan, bahwa judi online bisa menghasilkan kerugian yang sangat besar.
Baik mulai dari konflik keluarga hingga kematian.
"Kalau dalam kasus ini judi online bisa mengakibatkan konflik dan ketegangan dalam hubungan keluarga dan lingkungan sosial yang berakhir pada kematian, ujar Radius dalam laman UM Surabaya dikutip Kamis (13/4/2024).
Bahkan dia pun menyinggung kasus judi online yang dilakukan oleh oknum polisi di Mojokerto.
Kesal dan marah, istrinya yang merupakan sesama polisi pun membakar pelaku.
Menurut Radius, kasus yang dilakukan oleh oknum polisi ini menjadi indikasi bahwa masyarakat hidup dalam kerentanan. Artinya kecanduan judi online bisa menyerang siapa saja, baik polisi maupun masyarakat sipil.
Tak hanya itu, era digital juga memudahkan penyebaran tentang judi online. Radius menjelaskan jika otak manusia mudah diserang informasi dari iklan, media sosial, berita hingga gosip.
"Otak manusia sangat mungkin bisa diretas, akibatnya adalah tipu daya, karena imaji mendapat uang dengan mudah dan menjadi kaya raya dengan cara yang instan," bebernya.
Tak hanya itu saja, ia juga menyebutkan peran influencer dalam memasarkan judi online sangat berbahaya bagi masyarakat. Mengingat artis atau influencer kerap dijadikan contoh oleh para pengikutnya.
"Tentu sangat membahayakan, karena apa yang mereka katakan berpotensi memengaruhi pola perilaku pengikut. Bisa dikatakan influencer menjadi trendsetter bagi milenial dan generasi Z," jelasnya.
"Hal tersebut, didukung situasi ekonomi masyarakat yang lemah dan labil. Jadi bisa dipastikan judi online jadi jalan keluar." imbuh Radius.
Bahkan di tengah maraknya kasus judi online yang terjadi, Radius mendorong pemerintah meningkatkan literasi digital agar masyarakat tidak mudah 'tergoda'.
Dalam era banjir informasi seperti sekarang ini, Radius mengingatkan masyarakat agar berpikir reflektif. Artinya, tidak lagi melihat dunia dari sisi permukaan saja.
Kemudian, dia mengingatkan agar masyarakat menyadari dampak besar yang ditimbulkan dari judi online, seperti kehilangan produktivitas terutama untuk kalangan usia muda, perceraian, dan konflik rumah tangga yang meningkat. (aag)
Load more