Jakarta, tvOnenews.com - Belakangan ini Kratom lagi ramai diperbincangkan. Baik mulai kebijakan Presiden Jokowi yang akan mengatur regulasinya, hingga DPR mempertanyakan sesuatu.
Seperti diketahui, daun kratom ini sudah lama digunakan sebagai obat tradisional di Kalimantan Barat (Kalbar).
Bahkan, dari berbagai sumber, pada saat Covid-19, daun Kratom ini digunakan sebagai sajian seperti teh, dan khasiatnya diduga dapat menguatkan imun.
Apalagi, berdasarkan keterangan seorang pegiat kratom lokal, Evi Saptinawati, bahwa pada saat Covid-19 tahun 2020, warga Kapuas Hulu sangat terbantu dengan adanya Kratom.
Namun, dari data penelitian menyebutkan penggunaan Kratom di dosis rendah berefek stimulan, tetapi pada dosis tinggi mengakibatkan depresi dan withdrawal (gejala putus obat).
Sontak, hal ini menuai reaksi dari beberapa kalangan, terutama dari DPR hingga BNN.
Hal ini tak lain, mengingat legalitas tanaman endemik Asia Tenggara tersebut dipertanyakan.
Menurut anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto, legalisasi Mitragyna Speciosa atau kratom perlu menunggu hasil penelitian guna mempelajari substansi dan efek tanaman tersebut demi keamanan publik.
Bahkan dia menjelaskan, akhir pekan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan menteri dan kepala lembaga untuk membicarakan kratom, tanaman yang disebut sudah ditanam oleh 18 ribu petani dan masih diteliti oleh BRIN didampingi BPOM.
Lanjutnya, sebagian masyarakat pada beberapa daerah sudah memanfaatkan untuk konsumsi pribadi hingga ekspor, karena adanya klaim bahwa tanaman itu dapat menambah stamina, mengatasi nyeri, dan meningkatkan suasana hati.
Dia pun merujuk pada Surat Edaran Kepala BPOM Nomor HK.04.4.42.421.09.16.1740 Tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) Dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan.
Selain itu, katanya, sejauh ini Badan Narkotika Nasional (BNN) memang masih menyatakan kratom sebagai narkotika. Edy mengatakan daun kratom diklaim mengandung alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine yang dapat mengurangi rasa nyeri. Selain itu alkaloid juga yang memberi efek meningkatkan energi.
Legislator itu menyebutkan di beberapa negara tanaman tersebut dilarang. Contohnya di Denmark, Polandia, Swedia, dan Irlandia. Dia menambahkan Malaysia, Myanmar, dan Australia, juga melarang zat yang terkandung dalam kratom untuk dikonsumsi.
"Melihat fakta pelarangan kratom di berbagai negara dan pernyataan BNN yang menyatakan kratom adalah narkotika, maka yang harus dilihat tidak hanya nilai ekonomi dari kratom saja, tapi juga keselamatan masyarakat," ujarnya.
Dia menilai semua klaim tentang manfaat kratom harus dibuktikan secara ilmiah. Sebagai mitra Komisi IX, BPOM diminta untuk melakukan pengawasan kratom sesuai ketentuan, baik itu semasa uji klinis hingga nanti ketika masuk ke industri.
"BRIN telah diperintahkan untuk melakukan uji klinisnya dan didampingi BPOM. Tahapan setiap pengujian harus dilakukan, tidak perlu dipercepat karena ini tidak urgent seperti vaksin saat COVID-19," katanya.
"Dikatakan Plt Kepala BPOM beberapa waktu lalu jika penelitian kratom ini masih uji pada hewan, maka sebaiknya tidak ada unsur promosi agar menggunakan kratom dengan embel-embel tertentu. Saya tekankan jika proses pengujian ini harus betul-betul cermat, karena ini nanti berdampak pada masyarakat," ujarnya.
Untuk diketahui, sebelumnya Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengatakan Presiden Jokowi memberikan instruksi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menelaah lebih lanjut manfaat tanaman kratom.
Moeldoko mengakui ada unsur ketergantungan dari tanaman tersebut – namun menurutnya jumlahnya “cukup rendah”. Dia pun menyebut Kemenkes sudah mengatakan bahwa kratom tidak termasuk narkotika.
“Sedative-nya ada tapi dalam jumlah tertentu. Maka kita kejar lagi supaya BRIN melakukan langkah riset lanjutan untuk mengetahui seberapa besar sesungguhnya ini berbahaya,” kata Moeldoko dalam konferensi pers usai rapat terbatas pada Kamis (20/6/2024).
“Harapan saya ke BRIN pada Agustus ini selesai,” ucapnya.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor kratom selalu mengalami pertumbuhan dengan tren sebesar 15,92% per tahun, sejak tahun 2019 hingga tahun 2022. (aag)
Load more