Jakarta, tvOnenews.com - Kabar mengerikan baru-baru ini mencuat di media massa. Kabar itu, soal 67 hari di beberapa wilayah Republik Indonesia (RI) akan siap-siap tak turun hujan.
Memang diketahui, sejumlah wilayah akan kekeringan, meskipun fenomena La Nina melanda Indonesia pada Juli, Agustus, dan September 2024, berdasarkan perhitungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Nah, La Nina merupakan fenomena tingginya curah hujan.
Maka, BMKG memperingatkan, sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami hari tanpa hujan (HTH) lebih 25 hari menjelang kedatangan La Nina.
BMKG memprediksi, HTH terpanjang akan terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) sepanjang 16-25 hari hingga lebih dari 25 hari.
Hasil monitoring Indeks Indian Ocean Dipole (IOD) dan ENSO Dasarian II per Juni 2024, tercatat bahwa Indek Dipole Mode -0.21 (IOD Netral), dan indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) 0.16 (Netral). IOD Netral diprediksi berlangsung Juni hingga September 2024.
Sebagaimana diketahui, iklim di Samudera Pasifik terbagi ke dalam 3 fase. Yaitu, El Nino, La Nina, dan Netral.
Pada fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke arah barat melintasi Samudra Pasifik menghasilkan arus laut yang juga mengarah ke barat dan disebut dengan Sirkulasi Walker.
Suhu muka laut di barat Pasifik akan selalu lebih hangat dari bagian timur Pasifik.
Sementara saat fase El Nino, angin pasat yang biasa berhembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah.
Pelemahan ini dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik.
Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia.
Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.
Dan, ketika terjadi fase La Nina, hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya.
Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin.
"Indeks ENSO diprediksi berpotensi menuju La Nina pada Juli, Agustus, dan September 2024," tulis BMKG di situs resmi, dikutip Senin (1/7/2024).
Dalam Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Juni 2024 yang dirilis 22 Juni 2024, BMKG mengungkapkan, sebanyak 44% atau 309 Zona Musim (ZOM) telah memasuki musim kemarau 2024.
Sementara 40% atau 277 ZOM mengalami musim hujan, sedangkan 16% atau 113 ZOM lainnya mengalami tipe 1 musim.
"ZOM yang diprediksi akan masuk musim kemarau pada periode Juni III - Juli II 2024 adalah sebagian besar Pulau Sumatera, sebagian Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara dan sebagian Maluku dan Papua," tulis BMKG.
Berdasarkan pemutakhiran tanggal 20 Juni 2024 yang berlaku untuk Dasarian III Juni 2024, BMKG pun mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis.
Klasifikasi peringatan dini yang diberlakukan adalah:
- Waspada
untuk beberapa kabupaten/ kota di provinsi Jawa Barat
- Siaga
untuk beberapa kabupaten di provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan NTT.
- Awas
tidak ada.
Sementara itu, hasil monitoring hari tanpa hujan (HTH) di wilayah-wilayah Indonesia, BMKG mencatat sebagian besar wilayah Indonesia termonitor masih mengalami hujan dan Hari Tanpa Hujan (HTH) kategori Sangat Pendek (1-5 hari).
Namun, ada daerah yang mengalami HTH sangat panjang, yakni 31-30 hari. Kondisi ini terjadi di wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT.
"HTH terpanjang terjadi di Triwung Kidul, Jawa Timur Selama 67 hari," tulis BMKG.
"HTH Dasarian III Juni 2024 berpeluang 1-5 hari di sebagian besar wilayah Sumatra, Jawa, Bali, sebagian kecil Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah serta sebagian Papua Barat Daya, dan Papua Selatan," tulis BMKG. (aag)
Load more