Jakarta, tvOnenews.com - Pakar digital Anthony Leong menyoroti kasus serangan siber yang melumpuhkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS), diduga aktor utamanya Warga Negara Indonesia (WNI).
Media sosial X atau Twitter sebelumnya menyudutkan satu nama yang diduga sebagai dalang peretasan tersebut, yakni Dicky Prasetya Amaja.
Dicky diketahui mantan pernah bekerja di LintasArta, yang diduga membocorkan data PDN sejak 11 Oktober 2022.
Bahkan, Menkominfo Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi ciri-ciri pelaku, yang diyakini sebagai aktor nonnegara dengan motif ekonomi.
"Jika terbukti benar yang bersangkutan terlibat, aparat hukum harus segera menangkap karena telah merugikan negara," ujar Anthony pada keterangannya, Sabtu (6/7/2024).
Direktur PoliEco Digital Insight Institute (PEDAS) itu juga menekankan bahwa insiden yang menimpa PDN ini merupakan sebuah teror siber, diduga melibatkan orang dalam yang mungkin sengaja membuka akses data.
"Ini adalah teror siber kepada PDN. Diduga ada keterlibatan orang dalam karena ada potensi orang dalam yang membuka data-data ini keluar. Jadi boleh dibilang bukan hackernya hebat. Dari bahasanya narasi permintaan maaf juga seperti orang Indonesia," tambahnya.
Dicky Prasetya Atmaja diketahui telah mengunggah dokumen rahasia negara secara sengaja di situs Scribd sejak 2022.
Scribd adalah platform berbagi dokumen di mana pengguna bisa mengunggah dan mengunduh dokumen dengan membayar.
Salah satu dokumen yang dibocorkan oleh Dicky adalah akses virtual cloud/portal dan akses virtual private network (VPN) PDN.
"Masyarakat bisa unduh semua dokumen yang bersangkutan upload tersebut. Dokumen-dokumen rahasia semua dibocorkan secara sengaja. Semua bencana siber sejak dua tahun ini bisa jadi bermula dari dokumen bocor ini. Bayangkan jika ditarik mundur ke 2022, ada berapa banyak kebocoran data yang terjadi?" kata Anthony.
Anthony meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar segera melakukan audit terhadap Pusat Data Nasional (PDN) untuk mengatasi dan mencegah kebocoran data lebih lanjut.
"Masyarakat menunggu langkah tegas dari pihak berwenang dalam menangani dan menyelesaikan kasus ini," imbuhnya.
Sebelumnya, server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) mengalami gangguan sejak 20 Juni 2024, menyebabkan terganggunya beberapa layanan publik, termasuk layanan imigrasi.
Gangguan ini memicu kekhawatiran akan risiko keamanan data yang lebih besar.
Anthony Leong menyatakan jika gangguan ini disebabkan oleh serangan siber dengan metode ransomware, risiko yang dihadapi sangat besar.
"Bukan hanya mengganggu layanan publik, tapi juga mengancam bocornya data pribadi masyarakat yang ada di PDNS," ujar Anthony.
Dia menambahkan bahwa jika peretas berhasil mengakses server di PDNS, kebocoran data bisa meluas ke instansi lain yang menyimpan data masyarakat.
"Apalagi kemarin dugaan kebocoran data juga terjadi di INAFIS hingga BAIS TNI. Ini sangat berbahaya sekali, tidak boleh dianggap remeh,” tegasnya.
Serangan siber yang semakin meningkat ini, menurut Anthony, telah mengguncang fondasi keamanan digital nasional dan mencatat titik baru dalam catatan kejahatan siber di Indonesia.
Dia mengungkapkan urgensi tindakan pemerintah dalam menghadapi eskalasi serangan yang telah merembet hingga ke Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI dan PDNS.
"Dalam situasi kritis ini, data-data strategis dan sensitif milik negara tampaknya tidak luput dari incaran peretas. Ini bukan hanya tentang kebocoran sembarangan, melainkan tentang keamanan nasional yang terancam," lanjut Anthony.
Wakil Sekretaris Umum Paguyuban Sosial Tionghoa Indonesia (PSMTI) itu juga menyoroti besarnya tuntutan peretas yang meminta uang tebusan sebesar US$8 juta atau sekitar Rp131 miliar untuk memulihkan sistem yang dibobol.
"Negara tidak boleh kalah dengan hacker dan pelaku kriminal, apalagi mengancam dengan memeras pemerintah. Tidak ada rumusnya negara kalah dengan mereka,” tegasnya.
Sebagai solusi, Anthony menyerukan agar pemerintah melibatkan lebih banyak sumber daya untuk memerangi kejahatan siber dan meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung menghadapi ancaman ini.
"Ini saatnya Presiden menunjukkan keseriusannya dalam melindungi data dan infrastruktur digital negara dengan memimpin langsung mengatasi kejahatan siber ini," katanya.
Dirjen Kominfo mundur buntut serangan siber
Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan akhirnya mengundurkan diri setelah kekacauan siber yang terjadi pada Pusat Data Nasional (PDN).
Dalam pernyataan resminya, Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan bahwa keputusannya mundur adalah bentuk tanggung jawab moral atas diretasnya Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya.
Samuel mengatakan bahwa dirinya telah mengajukan pengunduran diri sejak tanggal 1 Juli 2024 kemarin.
Sebagai Dirjen Aptika yang mengampu proses transformasi pemerintahan, Samuel merasa telah gagal mengemban tanggung jawab tersebut dengan baik.
Dirinya pun mengakui bahwa insiden serangan siber terhadap PDNS 2 secara teknis merupakan tanggung jawabnya.
"Jadi saya mengambil tanggung jawab ini secara moral dan saya menyatakan ini tanggung jawab saya dan ini harusnya saya tangani dengan baik. Itu alasan utamanya," ujar Semuel.
Semuel menambahkan bahwa meskipun dia mengundurkan diri dari jabatannya, proses pemulihan PDNS 2 masih terus dilakukan secara optimal.(lgn)
Load more