Jakarta, tvOnenews.com - Bebasnya Eks Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin dari kasus kerangkeng manusia atau TPPO, telah menuai kontroversi dan mengundang kritik keras dari berbagai pihak.
Salah satunya, KontraS Sumut dan Komnas HAM. Di mana, KontraS Sumut menilai putusan itu merupakan bentuk pengangkangan hukum terhadap keadilan korban.
Bahkan tak hanya itu, bebasnya Terbit Rencana dari jeratan hukum dalam kasus tersebut telah mencederai nilai-nilai kemanusiaan.
"Kontras Sumut menilai bahwa putusan bebas terhadap TRP adalah bentuk pengangkangan hukum terhadap keadilan bagi korban dan mencederai nilai kemanusiaan. Putusan ini tentu akan menimbulkan kegundahan bagi publik pada instansi hukum yang amburadul," ucap Tim Advokasi KontraS Sumut, Ady Yoga Kemit, Rabu (10/7/2024).
Kemudian, berdasarkan catatan KontraS Sumut, kerangkeng manusia itu merupakan milik Terbit.
Kerangkeng itu merupakan ruang perbudakan modern yang mengakibatkan penderitaan hingga kematian.
"Kerangkeng Langkat milik TRP tidak pernah memanusiakan manusia dan justru menjadi ruang perbudakan modern yang mengakibatkan penderitaan dan bahkan hilangnya nyawa," bebernya.
Putusan bebas hakim tersebut dinilai tidak dapat diterima karena Terbit dinilai merupakan pemilik kerangkeng. Vonis bebasnya Terbit berdampak terhadap tidak terpenuhinya pemulihan bagi korban.
"Aktor-aktor lapangan telah divonis hukuman, sedangkan aktor intelektual sekaligus pemilik kerangkeng Langkat divonis bebas. Sungguh mengerikan dan tidak dapat diterima akal sehat, bahwa putusan hakim membebaskan TRP dari segala tuntutan. Artinya bebasnya TRP akan berdampak pada tidak terpenuhinya pemulihan bagi korban," katanya.
Selain itu, KontraS Sumut sangat kecewa atas putusan bebas tersebut. Ady menduga ada intervensi terhadap institusi peradilan tersebut.
"Relasi kuat eks Bupati TRP tentu juga memungkinkan adanya intervensi terhadap institusi peradilan. Lagi-lagi kita sangat kecewa dengan putusan yang tidak menjunjung tinggi rasa keadilan dan melakukan pembiaran terhadap fakta-fakta bahwa praktik penyiksaan dan perbudakan terjadi di kerangkeng milik TRP," pungkasnya.
Sementara, Komnas HAM menyesalkan vonis bebas hakim PN Stabat terhadap mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginan Angin dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Komnas HAM pun lantas meminta agar Komisi Yudisial (KY) mengawasi putusan bebas oleh hakim PN Stabat tersebut.
"Komnas HAM menyesalkan putusan tersebut dan menilai bahwa putusan tersebut tidak memenuhi hak atas keadilan, terutama bagi para korban terutama keluarga korban yang telah meninggal dunia," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah dalam keterangannya, Rabu (10/7/2024).
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM ini meminta KY melakukan pengawasan atas proses peradilan kasus itu. Termasuk Komnas HAM mendukung Kejaksaan untuk Kasasi atas putusan itu.
"Maka Komnas HAM memiliki pandangan perlunya lembaga-lembaga pengawas peradilan seperti Komisi Yudisial, melakukan pengawasan atas proses peradilan kasus tersebut. Komnas HAM juga mendukung Kejaksaan yang akan melakukan Kasasi atas kasus tersebut," bebernya.
Anis menjelaskan jika vonis bebas oleh hakim terhadap Terbit kontra produktif dengan langkah pemerintah yang sudah menyatakan TPPO adalah kejahatan extra ordinary crime. Sehingga menurut Komnas HAM, pemahaman terkait TPPO perlu dipahami oleh semua pemangku kepentingan, termasuk lembaga peradilan.
Vonis bebas oleh hakim ke Terbit Rencana dinilai berpotensi melanggengkan impunitas terhadap pelaku yang merupakan aktor negara.
"Komnas HAM memandang bahwa putusan bebas tersebut akan berpotensi melanggengkan impunitas bagi pelaku TPPO terutama pelaku yang merupakan oknum aktor negara," pungkasnya. (aag)
Load more