Dalam pelaksanaan keadilan restoratif, Pujo menjelaskan bahwa pembimbingan yang diberikan berdasarkan jenis kategori tindak pidana.
Ia menuturkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidanna (KUHP) memuat tentang pemberian pidana alternatif paling lama lima tahun, sehingga pelaksanaan pidana alternatif dapat diimplementasikan kepada jenis kasus tindak pidana ringan atau yang ancaman hukumannya di bawah lima tahun.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Strategi Kebijakan Penegakan Hukum Kejaksaan Agung Tanti Adriani Manurung menyampaikan pentingnya kerja sama antar-lembaga, khususnya Kejaksaan dan Kemenkumham dalam mengimplementasikan Pasal 70 KUHP Nomor 1 Tahun 2023 yang berisi kategori terhadap terdakwa yang dapat tidak diberikan tuntutan pidana penjara dalam proses peradilan pidana.
Aspek yang dimaksud itu, sambung dia, dapat diperoleh oleh asesmen yang dilakukan terhadap terdakwa oleh pembimbing kemasyarakatan yang di dalamnya memuat tentang aspek-aspek tersebut.
Dia berpendapat penerapan keadilan restoratif harus memperhatikan kebudayaan dan ciri khas dari negara Indonesia, sehingga pidana alternatif yang dijatuhkan dapat tepat sasaran serta tidak hanya mencontoh negara lain karena setiap negara memiliki ciri khas masing-masing.
Kendati demikian, dirinya menilai mitigasi risiko terhadap implementasi KUHP baru tetap diperlukan.
"Pemidanaan penjara yang selama ini diterapkan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia pada faktanya belum dirasa cukup efektif, terutama dalam menurunkan tingkat kejahatan di Indonesia sehingga perlu diadakan kajian lebih lanjut,” tuturnya. (ant/aag)
Load more