Jakarta, tvOnenews.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengkritik kebijakan ‘cleansing’ terhadap guru honorer di DKI Jakarta yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta.
Adapun dalam kebijakan itu, ratusan guru honorer dipecat secara sepihak sebagai upaya ‘cleansing’ atau ‘pembersihan’.
"Cleansing itu kata yang terlalu sadis, cleansing itu kan pembersihan atau seperti membasmi. Itu tidak boleh," kata Dede dalam keterangannya, Jumat (19/7/2024).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin berikan keterangan soal pemecatan guru honorer. (Gani/tvOnenews)
Menurutnya, pemecatan guru honorer yang memakai istilah ‘cleansing’ itu juga tak sesuai dengan rencana pemerintah terkait perbaikan nasib guru honorer.
Dede mengingatkan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN telah menegaskan komitmen Pemerintah untuk menyelesaikan penataan tenaga non-ASN paling lambat Desember 2024.
“Artinya seharusnya nasib tenaga honorer, termasuk guru honorer, bisa membaik. Bukan justru mengalami kemunduran,” jelas Dede.
Dia pun meminta agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dapat menjadi fasilitator bagi pihak-pihak terkait atas masalah itu.
“Kemendikbudristek harus segera mengklarifikasi dengan Dinas Pendidikan Jakarta. Dari informasi yang saya terima, ini adalah Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) BPK,” jelas dia.
Menurut Dede, kebijakan pembersihan guru honorer itu bisa menyebabkan kekurangan guru di sekolah. Hal ini bisa membuat proses belajar mengajar terganggu.
“Pada akhirnya anak-anak yang akan dirugikan. Apalagi ini baru memasuki tahun ajaran baru sekolah,” tuturnya.
Selain itu, dia menilai Disdik Jakarta seharusnya mencari tahu terlebih dulu alasan banyak sekolah memperkerjakan guru honorer. Terlebih, mereka juga sudah mengabdi bertahun-tahun meskipun statusnya masih honorer.
“Mungkin karena beban sekolah yang sudah terlalu besar sehingga membutuhkan tambahan guru yang belum bisa diakomodir oleh Pemerintah,” jelas Dede.
Sebagai informasi, pemecatan sekitar 107 guru honorer di DKI jakarta merupakan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Temuan BPK menyebut bahwa peta kebutuhan guru honorer tidak sesuai dengan Permendikbud dan ketentuan sebagai penerima honor.
Ada perbedaan aturan waktu mengajar guru honorer. Aturan dari Disdik Jakarta, guru honorer diharuskan mengajar 35 jam per minggu.
Sedangkan aturan dari Kemendikbudristek, guru honorer hanya mengajar 24 jam per minggu. BPK melihat pembayaran guru-guru yang mengajar kurang dari 35 jam per minggu.
Para guru honorer ini digaji dari dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Disdik DKI juga berdalih kepala sekolah mengangkat guru honorer tanpa rekomendasi dari Disdik sehingga dianggap melanggar aturan.
Di sisi lain, pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer dengan sejumah kebijakan.
Seperti diangkat menjadi PNS atau PPPK sesuai syarat dan ketentuan.
Adapun salah satu targetnya adalah pengangkatan sebanyak 1 juta guru honorer menjadi ASN-PPPK pada 2024. (saa/muu)
Load more