Satu di antaranya, Pakar IT Ruby Alamsyah yang mengatakan, kebijakan yang dilakukan pemerintah utamanya lewat Kominfo selama ini utamanya adalah pemblokiran dengan dua parameter yaitu pemblokiran domain dan juga alamat IP.
Para pemilik judi online atau bandar-bandar judi online ini sudah memiliki mekanisme untuk langsung otomatis merubah nama domain dan IP yang terblokir dengan sistem yang otomatis.
“Kesannya di user itu enggak ada masalah sehingga user tetap masih bisa gunakan, apalagi kalau menggunakan aplikasi mobile. Jika yang diblokir domain Name dan IP address, otomatis mereka replace domain dan IP address yang tidak terblokir itu otomatis aplikasi tetap jalan dan sistem deposit dan lain-lainnya tetap berfungsi seperti biasa,” kata Ruby.
Selain itu, menurut Ruby, website judi online memiliki algoritma tersendiri yang dapat membuat penggunanya kecanduan.
“Judi online keywordnya kan ini online dan sistem, alias bukan judi yang tradisional ada bandar fisik. Karena sifatnya online mereka simpel aja mereka bukan AI. Nggak perlu buat AI, mereka siap menyiapkan algoritma khusus yang bisa membuat orang ujung-ujungnya akan kecanduan. Nah algoritma itu kan sudah diatur sedemikian rupa memang, akan membuat korban-korban yang pemain yang awal-awal itu pasti akan kalah pada ujung-ujungnya. Algoritma inilah yang akan membuat orang terkesannya ketagihan, terkesannya akan mencoba main terus berharap menang dan sempat menang dan algoritma itu sudah disiapkan oleh mereka,” ucap Ruby.
Selain itu, Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Nadia Yovani mengatakan perlu adanya regulasi khusus untuk mengawasi kinerja Satgas Judi Online yang dibentuk oleh pemerintah.
Hal tersebut harus dilakukan agar kinerja satgas dalam memberantas judi online dapat dipantau dan dipertanggungjawabkan.
"Pemerintah sudah membentuk Satgas Pemberantasan Judol, terus siapa yang memonitor? Lintas kementerian, Kemenkumham, apakah polisi ada atau tidak? apakah sudah kerja sama dengan cyber police?" bebernya seperti yang dikutip Antara pada Sabtu (20/7/2024).
Menurut Nadia, hadirnya satgas judi online hanya menyelesaikan permasalahan dari sisi penegakan hukum dan pencegahan di lapangan.
Satgas tersebut pun bisa bertindak leluasa karena berlandaskan keputusan presiden yang belakangan baru saja diterbitkan Presiden Joko Widodo.
Namun demikian, dia menilai pemerintah belum memberikan dasar hukum untuk melakukan pengawasan terhadap judi online. Dengan tidak adanya dasar hukum pengawasan, satgas tersebut berpotensi tidak mendapatkan pengawasan yang ketat dalam bekerja.
Karenanya, dia berharap pemerintah membentuk regulasi khusus pengawasan satgas judi online agar satgas tersebut tidak digunakan untuk hal-hal yang menyimpang dari hukum.
Sementara, Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bagus Riyono, menyebut dinamika dalam permainan judi online (judol) mirip dengan pinjaman online (pinjol).
"Namanya judi online dan pinjaman online harus dilarang. Karena (judol dan pinjol) punya dinamika yang mirip. Seseorang akan mendapatkan uang yang gampang dan seolah-olah nyicilnya gampang namun kenyataannya tidak seperti itu," katanya kepada awak media, Kamis (27/6/2024).
Bahkan dia menilai dampak dari judi online sangat masif. Terlebih permainan ini bisa diakses oleh semua orang serta tidak perlu usaha banyak datang ke suatu tempat untuk mendaftar.
Selain itu, dasar perilaku dari permainan judi bukan sesuatu yang unik. Adapun bila terdapat keunikan, karena ada permainan uangnya.
Load more