MK pun melihat ketidakadilan yang diterima Irman Gusman, sehingga hakim MK semua sepakat memutuskan untuk menyelenggarakan PSU Pemilu DPD untuk seluruh wilayah di Provinsi Sumbar. “Putusan MK atas kasus Irman Gusman akan menjadi rujukan baru dalam penegakkan hukum. Jika ada ketidakadilan maka bakal calon peserta pemilu pun bisa memiliki legal standing. Jadi KPU jangan arogan dalam mengambil sebuah kebijakan,” papar Ahmad Waluya.
Pakar hukum Universitas Andalas, Asrinaldi, mengatakan masuknya Irman Gusman ke DPD akan memberi manfaat besar bagi masyarakat Sumbar. Dijelaskannya, Irman Gusman memiliki kapasitas yang mumpuni untuk menjadi wakil masyarakat Sumbar.
Menurut Asrinaldi, peranan Irman, saat menjadi ketua DPD RI sangat besar. Irman Gusman mampu melakukan lobi dan memiliki jaringan yang luas, yang bisa menjembatani kepentingan masyarakat Sumbar. “Dengan pengalaman Irman, masyarakat Sumbar bisa menaruh harapannya. Kalau wakil Sumbar yang lain (Cerint Iralloza Tasya, Jelita Donal, Muslim M Yatim) kan masih baru,” kata Asrinaldi.
Setelah di knock out (KO) Irman Gusman, menurut Asrinaldi, KPU harus belajar dari kasus ini. Penyelenggara pemilu diharapkannya diisi profesional yang memiliki kompetensi.
“Ini (kasus pencoretan Irman dari DCT adalah ketidakcermatan KPU. Bahwa KPU bukanlah pembuat norma dan bukan menginterpretasikan putusan hukum. KPU harusnya menjalankan putusan hukum dari pengadilan,” kata Asrinaldi.
Belajar dari kasus Irman Gusman, kata dia, KPU ke depan harus diisi orang-orang yang memiliki kompetensi. Selama ini, menurutnya, KPU seperti sudah diplot untuk mewakili ormas, partai, atau kelompok tertentu.
Akibat arogansi dan ketidakcermatan KPU, negara harus mengeluarkan tidak kurang dari Rp.350 miliar untuk penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang (PSU). “Ini adalah konsekuensi dari kerja KPU yang tidak profesional,” ungkapnya.(ito)
Load more