Pada produk hukum yang sama, juga tercantum mengenai aturan aborsi bersyarat. Pasal 117, dijelaskan indikasi kedaruratan medis yang boleh melakukan aborsi, yaitu kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Dilanjutkan dengan Pasal 118, menekankan bahwa kehamilan akibat perkosaan atau kekerasan seksual lainnya harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang menunjukkan usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana dan keterangan penyidik mengenai adanya dugaan tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual.
Pasal 119 dan 120 mengatur bahwa pelayanan aborsi yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi standar tertentu dan oleh tenaga medis yang kompeten. Tim pertimbangan dan dokter yang memiliki kewenangan bertugas untuk memberikan pertimbangan dan melakukan pelayanan aborsi.
Pasal 122 mengatur bahwa aborsi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan dan suami, kecuali dalam kasus perkosaan. Pendampingan dan konseling wajib diberikan sebelum dan sesudah aborsi oleh tenaga medis, sebagaimana diatur dalam Pasal 123.
"Dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi, yang dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, dan atau tenaga lainnya," bunyi Pasal 23.
Pasal 124, mengatur korban tindak pidana perkosaan yang memutuskan untuk membatalkan keinginan melakukan aborsi harus diberikan pendampingan selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.
Load more