Jakarta, tvOnenews.com - PT Graha Multi Insani buka suara soal Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen (BPSMK) yang mengeklaim sebagai pemilik sah lahan SMAK Dago dikarenakan telah memiliki surat pengalihan pengelolaan asset.
Pihak PT Graha Multi Insani memastikan pihaknya sebagai pemilik tanah yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 93, Bandung tersebut.
Kepemilikan mereka atas lahan seluas kurang lebih 2 Ha berdasarkan pelepasan hak dari Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) pada 2015 berdasarkan Akta Pelepasan Hak No 07 tanggal 13 April 2015 yang dibuat di hadapan Kristi Andana Yulianes S.H, Notaris Bandung.
Klaim ini juga didukung oleh bukti kredibilitas lembaga peradilan yang telah bekerja sesuai amanat Undang-Undang.
Hal itu diperkuat dengan adanya putusan PK melalui Putusan MARI Nomor 675 PK/,pdt/ 2021 tanggal 24 Nopember 2021 semakin memperkuat PLK sebagai pemilik tanah yang sah secara hukum.
Berdasarkan keterangan resmi tertulis, Direksi PT Graha Multi Insani menjelaskan pada 1978 awalnya BPSMK menyewa bangunan di atas tanah dari PLK itu selama 10 tahun.
Namun, saat masa sewa HGB PLK habis masa berlakunya, pihak BPSMK tidak bersedia menyerahkan kembali bangunan yang disewanya dari PLK.
BPSMK kemudian memanfaatkan habisnya masa berlaku HGB PLK itu untuk memproses sertifikasi dengan mengajukan permohonan kepada Depkeu guna melakukan pengelolaan Tanah dan Bangunan.
Kemudian oleh Depkeu, BPSMK diberikan rekomendasi untuk melakukan sertifikasi pada tahun 2003.
Lalu, BPSMK menugaskan ormas-ormas sebagai penjaga tanah agar PLK tidak dapat memasuki lahan tersebut.
BPSMK juga menghancurkan bangunan yang disewanya dari PLK, sehingga putusan incracht tahun 1997 yang mewajibkan BPSMK untuk mengembalikan bangunan yang disewa tidak dapat dieksekusi.
Sementara, Bangunan yang disewa BPSMK tersebut adalah termasuk dalam cagar budaya yang harus dilestarikan, sehingga PT Graha Multi Insani dapat menyimpulkan bahwa tindakan penghancuran bangunan adalah manipulasi hukum oleh BPSMK untuk menggagalkan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selanjutnya, pada 2002 PLK mengajukan gugatan TUN kepada Depkeu dan BPSMK, yang kemudian berkekuatan hukum tetap pada 2008.
Lalu, oleh peradilan TUN, Depkeu diperintahkan memproses pengeluaran asset milik PLK dari daftar asset negara berupa Tanah di Jl. Ir. H. Juanda No. 93, Bandung seluas 20.905 Meter persegi berikut bangunan sekolah.
Meskipun terdapat putusan TUN tersebut, BPSMK tetap menjalankan rekomendasi Depkeu dan mengajukan permohonan sertifikat ke BPN sampai akhirnya terbit SHGB Nomor 30 atas nama BPSMK pada 2010.
Tak tinggal diam, PLK langsung mengajukan gugatan TUN kepada BPN terhadap penerbitan SHGB Nomor 30 atas nama BPSMK yang pada akhirnya peradilan TUN kembali memihak kepada yang benar, SHGB Nomor 30 dinyatakan batal pada 2014 oleh peradilan TUN.
BPN sebagai pihak yang digugat oleh PLK kemudian secara resmi telah menerbitkan SK Pembatalan SHGB Nomor 30 atas nama BPSMK pada tahun 2016, yang memperjelas bahwa perolehan hak BPSMK atas Tanah melalui Depkeu adalah tidak sah.
Tak hanya itu, untuk mempertahankan haknya, PLK menggugat kembali BPSMK terhadap kepemilikan tanah pada 2017 yang kemudian inkrah sejak 2018 melalui putusan kasasi Mahkamah Agung dan putusan PK pada tahun 2021, di mana dinyatakan PLK adalah pemilik tanah sah secara hukum dengan batas-batas jelas.(lkf)
Load more