Jakarta, tvOnenews.com - Komisi III DPR RI menerima audiensi keluarga Afif Maulana, bocah yang diduga menjadi korban penganiayaan oleh aparat kepolisian Sumatera Barat (Sumbar).
Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dan dihadiri Wakil Ketua DPR sekaligus anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad.
“Sejak kemarin kita komunikasi, saya sudah minta Kapolda Sumbar untuk meminta Kapolres Kota Padang menerbitkan surat ekshumasi,” kata Dasco saat rapat di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (5/8).
Politisi Partai Gerindra itu menuturkan dirinya sudah menerima salinan surat yang dikirimkan ke WhatsApp.
“Salinan surat sudah di wa ke saya, tapi saya pengen agar salinan surat itu diberikan kepada teman-teman Komisi III dan keluarga korban,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani selaku kuasa hukum keluarga Afif mengungkapkan bahwa Afif meninggal akibat kekerasan fisik oleh kepolisian Sumbar.
Indira menyebut lokasi penyiksaan terjadi di tiga tempat yakni Jembatan Kuranji Padang, Polsek Kuranji, dan Polda Sumbar.
“Apa yang terjadi pada tubuh Afif Maulana? Ditemukan bekas-bekas kekerasan terutama di bagian kiri dan punggungnya. Orang-orang yang memandikan Afif Maulana menemukan bekas kekerasan tumpul yaitu banyak di tubuhnya,” ungkap Indira dalam rapat.
“Kami curigai itu dari rotan manau atau pentungan yang cukup panjang. Afif meninggal karena paru-parunya pendarahan karena tersusuk tulang rusuk sebelah kiri bagian belakang,” sambungnya.
Dia menambahkan, penyiksaan juga terjadi kepada 18 orang lainnya yang terdiri dari 11 anak dan 7 dewasa.
“Ada pukulan bekas rotan, tendangan, bekas sundutan rokok di beberapa tubuh anak korban. Dan bekas sundutan rokok itu sekitar 15-20 baik di perut maupun di punggung,” jelasnya.
Indira menyebut penyiksaan oleh polisi itu juga diduga dilakukan dengan cara disetrum, dipukul pakai alat seperti manau atau pentungan, tendangan dan sundut rokok.
“Bahkan kami juga menemukan dugaan kekerasan seksual seperti disuruh berciuman sejenis dan meraba-raba dada,” beber dia.
“Lalu menelanjangi hingga adanya saat dini hari itu 18 orang itu hanya menggunakan celana dalam disuruh hormat bendera di depan Polsek Kuranji,” tambah Indira.
Dia menambahkan penganiayaan fisik lainnya disuruh berguling-guling, lompat naik turun 200 kali, merayap dan paksaan tindakan fisik lainnya. (saa/dpi)
Load more