Jakarta, tvOnenews.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meminta semua warga di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus waspada dengan potensi fenomena pada musim kemarau 2024.
Kepala Stasiun Klimatologi BMKG DIY Reni Kraningtyas menyebutkan kekeringan meteorologis pada musim kemarau 2024 terjadi di lima kabupaten/kota di provinsi ini.
Potensi kekeringan meteorologis ini berdasarkan hasil pemantauan curah hujan hingga 9 Agustus 2024 dan prakiraan peluang curah hujan dua dasarian (20 hari) ke depan.
"Masyarakat serta pemerintah daerah (pemda) setempat yang berada dalam wilayah peringatan dini untuk mengantisipasi dampak kekeringan meteorologis ini," kata Reni dalam keterangannya di Yogyakarta, Senin (12/8/2024).
Menurut dia, peringatan dini kekeringan meteorologis diterbitkan karena berkurangnya curah hujan dari keadaan normalnya, dalam jangka waktu yang panjang dengan kurun waktu bulanan, dua bulanan, dan seterusnya.
BMKG menyatakan untuk potensi kekeringan dengan status siaga terjadi di wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul.
"Wilayah yang berstatus siaga tersebut telah mengalami hari tanpa hujan lebih dari 31 hari dengan prakiraan curah hujan rendah di bawah 20 mm per dasarian," katanya.
Selain itu, BMKG juga mencatat sejumlah wilayah di DIY berstatus waspada kekeringan meliputi Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman.
Sejumlah wilayah berstatus waspada kekeringan telah mengalami hari tanpa hujan lebih dari 21 hari dengan prakiraan curah hujan rendah di bawah 20 mm per dasarian.
Masyarakat serta pemda diimbau dapat mewaspadai dampak kekeringan pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan.
Masyarakat juga diminta mewaspadai pengurangan ketersediaan air tanah (kelangkaan air bersih) serta peningkatan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) akibat kekeringan.
Sementara, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY Andi Nawa Candra menambahkan hingga Juli 2024 kekeringan telah berdampak pada komoditas padi terutama di lahan tadah hujan yang tidak beririgasi teknis.
"Gagal panen atau puso akibat kekeringan pada tanaman padi ada beberapa di wilayah Gunungkidul yang merupakan lahan tadah hujan," katanya.
Selain itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY bakal melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan untuk mengatasi kekeringan di provinsi ini.
Modifikasi cuaca merupakan upaya tindak lanjut setelah Status Siaga Darurat Bencana Kekeringan ditetapkan di DIY sejak 1 Agustus hingga 31 Agustus 2024.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan memasuki puncak musim kemarau warga diimbau tetap waspada kekeringan meluas di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pada Dasarian II Agustus 2024 (12 – 20 Agustus 2024) potensi hujan di wilayah NTB sangat rendah.
Potensi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang kurang 20 mm/dasarian.
Berdasarkan analisis dan prediksi curah hujan dasarian, terdapat indikasi kekeringan meteorologis (iklim) sebagai dampak dari kejadian hari kering berturut-turut dengan indikator hari tanpa hujan dengan potensi Waspada, Siaga, dan Awas, terjadi di daerah.
Hasil monitoring ENSO (El Nino-Southern Oscillation) terakhir menunjukkan Indeks ENSO (+0.115) terpantau berada pada kondisi netral.
Kemudian prediksi Indeks ENSO diprediksi berpotensi menuju La Nina mulai periode Agustus-September-Oktober (ASO) 2024.
Sedangkan nilai anomali SST (suku permukaan air laut) di Samudera Hindia menunjukkan nilai IOD (Indian Ocean Dipole) Netral (+0.46) dan diprediksi IOD Netral akan berlangsung Agustus hingga Januari 2025.
"Aliran masa udara wilayah Indonesia bagian Selatan termasuk NTB masih didominasi angin timuran," katanya .
MJO (Madden Julian Oscillation) diprediksi tidak aktif, namun gelombang Equatorial Rossby diprediksi aktif di wilayah Nusa Tenggara pada awal dasarian I Agustus.
"Aktifnya MJO dan gelombang atmosfer berkaitan dengan potensi peningkatan pembentukan awan hujan," tuturnya.(ant/lkf)
Load more