Dalam amar putusan, MK memutuskan bahwa frasa “tempat pendidikan” dalam Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, MK memutuskan untuk mengecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Menurut MK, pengecualian terhadap larangan kampanye di perguruan tinggi bisa memberikan kesempatan kepada civitas academica.
Civitas academica bisa menjadi salah satu lokomotif penyelenggaraan kampanye pemilihan umum untuk mendalami visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan oleh masing-masing calon.
“Selain tempat berkumpulnya sebagian dari pemilih pemula dan pemilih kritis, mengecualikan larangan kampanye di perguruan tinggi yang berarti membuka kesempatan dilakukannya kampanye dialogis secara lebih konstruktif yang pada akhirnya akan bermuara pada kematangan berpolitik bagi masyarakat,” kata Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah membacakan pertimbangan hukum.
Pada akhirnya, MK melalui Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 telah mengecualikan larangan kampanye pendidikan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Load more