Jakarta, tvOnenews.com - Politikus Partai Golkar sekaligus Menteri ESDM Bahlil Lahadalia resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2024-2029.
Usai terpilih, Bahlil mengaku heran mengapa kedekatan dirinya dengan Presiden Jokowi dipermasalahkan saat maju sebagai calon ketua umum Golkar.
“Ketika proses Munas Golkar kali ini, saya dianggap pun mendapat dukungan dari pemerintah dan dianggap salah. Kenapa calon-calon terdahulu dinyatakan tidak salah. Kok saya dinyatakan salah? Apa yang membuat seperti itu?,” kata Bahlil di JCC, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).
Dia mengatakan kemenangan ketua umum terdahulu tidak lepas dari kedekatannya dengan presiden.
Awalnya, Bahlil menyinggung pertarungan antara Akbar Tandjung dengan Jusuf Kalla alias JK.
“Saat Munas di Bali, (Akbar Tandjung) fight (bertarung) dengan JK. Pertarungan terjadi, Pak Jk menang,” kata Bahlil.
“Pak JK menang pun karena ada kedekatan dengan pemerintah. Beliau adalah wakil presiden. SBY adalah presidennya,” lanjutnya.
Kemudian, kata dia, pertarungan antara Aburizal Bakrie dengan Surya Paloh. Saat itu, Aburizal menang menjadi ketua umum Golkar karena dapat dukungan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Begitu terjadi selesai, muncul Pak Aburizal Bakrie fight dengan Pak Surya Paloh. Pak Surya Paloh pasti waktu itu mendapat dukungan Pak JK,” ungkapnya.
“Saat itu Pak JK sudah selesai (menjabat) dari wakil presiden. Pak Ical (Aburizal) didukung oleh Pak SBY dan kemudian Pak Ical juga menang,” sambung Bahlil.
Begitu juga saat Setya Novanto (Setnov) maju sebagai calon. Mantan Menteri Investasi itu menyebut Setnov menang jadi ketua umum Golkar karena dekat dengan Jokowi. Hal yang sama juga terjadi kepada Airlangga Hartarto.
“Itu posisinya Pak Setnov sebagai ketua DPR dekat dengan Jokowi. Alhamdulillah juga menang,” tuturnya.
“Begitu juga selesai, masuk ke zaman Pak Airlangga. Pak Airlangga juga menang dekat dengan presiden sebagai Menteri Perindustrian,” lanjut Bahlil.
Dia menuturkan penunjukannya menjadi ketua umum Golkar merupakan murni atas perjuangannya.
Dia lantas bingung mengapa banyak pihak menganggap dirinya salah hanya karena dapat dukungan dari pemerintah.
“Apakah karena memang saya adalah kader dari ufuk timur, yang bukan anak siapa-siapa di Jakarta ini? Apakah memang pengurus DPD 1 Golkar se-Indonesia enggak boleh mencalonkan diri jadi calon ketum Golkar?,” tandas Bahlil. (saa)
Load more