Jakarta, tvOnenews.com - Presiden Terpilih Republik Indonesia Prabowo Subianto konon sempat marah besar, karena adanya manuver revisi Undang-Undang (UU) Pilkada sehari setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Informasi itu disampaikan mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Hamid Awaluddin dalam program Gaspol di Youtube Kompas.com, Jumat (23/8).
Kendati demikian, Hamid tidak bisa memastikan kabar yang dia dengar tersebut.
"Saya dengar pagi ini Pak Prabowo itu marah luar biasa ya karena kenapa tiba-tiba ada gerakan untuk merevisi
Undang-Undang ya, saya tidak tahu kebenarannya, saya dengar," kata Hamid.
Namun, Hamid sungguh yakin bahwa Prabowo benar-benar marah luar biasa. Hal itu, kata Hamid, merujuk kepada sikap Wakil Ketua DPR RI sekaligus politisi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad yang secara tiba-tiba mengumumkan pembatalan pengesahan revisi UU Pilkada.
"Makanya Dasco sebagai orang Gerindra tiba-tiba balik badan kan tiada hujan, tiada guntur, tiba-tiba balik gitu," ujar Hamid.
Hamid menambahkan, jika Prabowo benar marah luar biasa, menurut Hamid, hal itu sangat wajar, sebab, Ketua Umum Partai Gerindra itu tingga kurang dari dua bulan dilantik sebagai Presiden RI.
Adanya manuver revisi UU Pilkada itu, lanjut Hamid, bisa saja menjadi beban bagi Prabowo yang baru dilantik menjadi presiden nantinya.
"Tentu anda bertanya, kenapa ya? kalau memang itu cerita itu benar, Pak Prabowo bisa marah begitu, ya dia tidak mau menjadi beban ke depan. Ingat dia dilantik tinggal kurang dari dua bulan, ini beban ke depan dia," ujar Hamid.
Menurut Hamid, jika revisi UU Pilkada tetap dipaksa dilanjutkan, maka gelombang protes dari rakyat bakal terus ada dan tidak berhenti.
"Gelombang protes masih berlangsung kalau memang dipaksakan ya, tidak akan berhenti," ujar Hamid.
Diketahui, sehari setelah putusan MK atau Rabu (21/8), Baleg DPR RI langsung bermanuver berupaya menganulir putusan MK tersebut.
Baleg DPR menggelar rapat untuk merevisi UU Pilkada, tetapi tidak merujuk kepada putusan MK.
Baleg DPR menyetujui bahwa putusan MK itu hanya berlaku bagi partai non parlemen atau sama sekali tidak memiliki kursi di DPRD.
Sementara, bagi partai yang memiliki kursi di DPRD tetap mengacu pada aturan lama, yaitu bisa mengusung calon kepala daerah, jika memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya.
Selanjutnya, soal syarat penentuan minimum usia calon kepala daerah, Baleg DPR RI lebih memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung daripada MK, sehingga batas minimum usia calon gubernur atau wakil gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih.
Kemudian, DPR RI berencana untuk mengesahkan Revisi UU Pilkada tersebut pada Kamis (22/8) lalu. Namun, pengesahan tersebut batal dilakukan usai gelombang protes dari rakyat disampaikan dan sempat menimbulkan kericuhan. (dpi)
Load more