Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu meminta dukungan pemerintah dan semua pihak untuk mendorong keberlanjutan media di Indonesia yang kini sedang tidak baik-baik saja.
Pasalnya, kata Ninik, industri media di Indonesia dalam satu tahun terakhir tengah mengalami berbagai tantangan.
Disrupsi teknologi membuat banyak media, terutama media cetak yang gulung tikar dan beralih ke digital.
Sementara jumlah pengunjung ke website dan aplikasi media berbasis berita menurun, demikian juga tren pendapatan media.
Bahkan, tak sedikit perusahaan media yang mengurangi jumlah jurnalis untuk beradaptasi dengan proyeksi bisnis yang tidak menentu.
"Saya selalu bilang ke pejabat-pejabat. Tolong belanja iklan ke media massa, kalau nggak nanti mati. Hanya media, insan pers, yang selalu memastikan akurasi dalam pemberitaan. Itu tidak bisa dilakukan buzzer, YouTuber, influencer," kata Ninik saat berbicara di acara Indonesia Digital Conference (IDC) 2024 yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Hotel Santika Premiere Slipi, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Ninik menuturkan kepercayaan masyarakat terhadap media masih sangat besar.
Ninik mengutip hasil riset AJI dan PR2MEDIA yang menyebut lebih dari 70 persen masyarakat Indonesia masih percaya dengan informasi di media.
Sementara teknologi baru selalu melahirkan cara baru dan inovasi dalam mengonsumsi informasi.
"Dalam kondisi seperti ini, media perlu mendapat dukungan dari semua pihak agar bisa selamat dari tantangan disrupsi teknologi," kata Ninik.
"Kesungguhan pemerintah dalam memperhatikan keberlanjutan media sangat penting, salah satunya dengan mendorong belanja iklan diutamakan kepada media nasional," sambungnya.
Dalam forum IDC 2024 ini, Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa, Molly Prabawaty, mengatakan pemerintah telah berkomitmen mendukung keberlanjutan media melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau Perpres Publisher Rights.
"Perpres ini sebagai kebijakan afirmatif dan komitmen pemerintah dalam menciptakan fair play bagi pelaku industri nasional dari perspektif bisnis. Menciptakan hubungan yang adil dan memastikan media tidak tergerus disrupsi digital," ujarnya.
Molly Prabawaty menjelaskan disrupsi digital yang terjadi 10-15 tahun terakhir mengubah secara mendasar industri pers di semua belahan dunia.
Distribusi berita kini berada di tangan perusahaan platform digital global seperti Google, Meta, X maupun Tiktok.
"Laporan Reuters Institute for the Study of Journalism pada Januari 2024 lalu menemukan bahwa jumlah pengunjung situs berita menurun drastis ketika traffic dari media sosial anjlok signifikan," ungkapnya.
Tak hanya itu, kata Molly, disrupsi juga mengubah pola masyarakat mengkonsumsi informasi.
"Audiens kini punya banyak pilihan sumber informasi di internet. Ekosistem informasi digital dibanjiri dengan konten tentang apa saja, dengan kualitas seadanya. Media yang hanya menayangkan berita tanpa memahami karakter platform digital dan audiens internet, berisiko kehilangan pembaca dan pendapatan," pungkasnya. (raa)
Load more