Jakarta, tvOnenews.com - Beberapa anggota Komisi X DPR RI menyoroti dugaan adanya manipulasi dalam proyek pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) sekolah yang didanai melalui program DAK fisik.
Mereka mendesak Kemendikbudristek untuk segera berkoordinasi dengan Kementerian PUPR guna melakukan audit menyeluruh terhadap implementasi program ini.
Ketimpangan dalam pelaksanaan proyek sarpras sekolah dianggap sebagai salah satu penyebab ketidakmerataan kualitas pendidikan di berbagai daerah.
Anggota Komisi X DPR, Muhammad Nur Purnamasidi, menyoroti bahwa salah satu masalah utama dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi adalah ketimpangan sarpras di sekolah-sekolah.
Ia juga mengungkapkan bahwa data administrasi infrastruktur sekolah yang tercatat di portal Krishna Bappenas tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Hal itu disampaikan Nur Purnamasidi dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.
"Data yang dimasukkan ke Krishna tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Yang dieksekusi justru sekolah yang masih bagus, sedangkan yang rusak tidak tersentuh. Jadi, manipulasi administrasi sering terjadi karena ketimpangan sarpras ini. Perlu ada tindakan agar data bisa diperbandingkan dengan kondisi sebenarnya," ujarnya pada Kamis (29/8/2024).
Nur Purnamasidi juga menemukan melalui wawancara dengan beberapa sekolah bahwa sekolah-sekolah yang dekat dengan dinas terkait lebih sering mendapat perbaikan.
Sementara sekolah-sekolah yang tidak memiliki koneksi tersebut bahkan bisa tidak diperbaiki hingga 20 tahun lamanya.
Anggota Komisi X DPR lainnya, Anita Jacoba, juga menyoroti kondisi banyak sekolah negeri yang tidak layak untuk proses belajar mengajar.
Ia menemukan masalah mulai dari lahan sekolah yang sempit, kurangnya bangku dan meja, hingga bangunan yang hampir roboh.
Selain itu, Anita juga menemukan adanya proyek pembangunan sekolah melalui program Merah Putih yang mangkrak.
Beberapa bangunan sekolah terbengkalai dengan plafon yang ambruk karena pembangunan tidak dilanjutkan akibat dana yang tidak sampai ke daerah, sehingga kontraktor belum menyerahkan kunci kepada kepala sekolah.
"Ada sekolah-sekolah yang anggarannya Rp1,8 triliun per sekolah. Tapi lihat, pembangunannya terbengkalai, plafonnya ambruk. Anak-anak nggak berani masuk. Banyak Sekolah Merah Putih yang anggarannya besar, tapi saat ini banyak yang terbengkalai. Akibatnya, kontraktor belum menyerahkan kunci ke kepala sekolah karena belum selesai," jelas Anita.
Senada dengan itu, anggota Komisi X DPR RI Fahmi Alaydrus juga menemukan banyak sekolah negeri, terutama di tingkat SD, yang kondisinya tidak layak untuk digunakan dan harus segera diperbaiki.
"Siapa yang bertanggung jawab? Dana mengalir miliaran setiap tahun, tapi nggak terasa manfaatnya. Maka audit pembangunan itu sangat penting. Apakah ini tanggung jawab PUPR atau Kementerian Pendidikan? Ini masalah serius karena dampaknya adalah kualitas pendidikan kita," tegas Fahmi.
DPR mendesak agar audit menyeluruh segera dilakukan untuk memastikan bahwa dana yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas sarpras pendidikan.
Langkah ini diharapkan dapat mengatasi ketimpangan dan memastikan mutu pendidikan yang merata di seluruh Indonesia. (ant/rpi)
Load more