Jakarta, tvOnenews.com - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi merespons pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang berupaya menemui Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Ia menilai upaya Megawati tersebut justru secara tidak langsung membuktikan jika Listyo tidak dapat diintervensi saat menjabat sebagai Kapolri.
"Dalam kurun waktu satu bulan, setidaknya Megawati telah 'menyenggol' Kapolri sebanyak empat kali. Ngebet ingin bertemu Kapolri ketika orang-orang PDIP terseret kasus hukum tapi tidak ditanggapi Kapolri. Artinya bahwa Kapolri menutup akses yang rawan menjadi pintu masuk intervensi penegakan hukum," kata Haidar dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (1/9/2024).
Haidar mencermati Megawati yang ingin bertemu Kapolri setelah ponsel Hasto Kristiyanto disita Penyidik KPK yang berasal dari Polri.
Lalu, Staf Hasto melakukan perlawanan dengan melapor ke Bareskrim, Propam Polri hingga ke Komnas HAM.
"Selama jeda waktu yang ada, mungkin saja segala upaya sudah dicoba tapi buntu. Hingga akhirnya Megawati yang turun tangan. Tapi Kapolri tetap bergeming. Ini menjadi bukti nyata bahwa Presiden Jokowi tidak salah pilih ketika mengangkat Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri," ungkapnya.
Haidar lantas membeberkan berulang kali dalam sejumlah kesempatan Megawati menyerukan akan bertemu dengan Listyo.
Semisal pada kegiatan Mukernas Partai Perindo di iNews Tower, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024).
Dalam pidatonya, Megawati menyebut penguasa tengah mengincar orang-orang dekatnya untuk dikriminalisasi.
Termasuk Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang terseret kasus Harun Masiku.
Menurut R Haidar Alwi, pengangkatan Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri melewati beberapa angkatan datasnya dinilai tidak bertentangan dengan konstitusi maupun peraturan perundang-undangan lainnya.
"Tidak ada yang dilanggar. Baik konstitusi maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Jadi, itu sah-sah saja," tegasnya.
Haidar mengingatkan pengangkatan Kapolri berkaitan dengan hak prerogatif Presiden.
Sebagai pembantunya, Presiden tentu menginginkan sosok Kapolri yang tidak hanya memiliki kompetensi yang baik dan pengalaman yang cukup, tapi juga memiliki loyalitas yang tinggi.
"Sangat masuk akal bila saat itu Presiden Jokowi memilih Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Beliau tahu betul kapasitas dan kapabilitasnya karena sudah bersama-sama sejak dari Solo," jelasnya.
Tak hanya itu, kata Haidar pengangkatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah melaluifit and proper test dan persetujuan DPR, termasuk fraksi PDIP.
Bahkan saat itu, PDIP tidak hanya menyetujui tapi juga memuji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai pilihan terbaik Presiden Jokowi.
"PDIP merupakan salah satu dari sembilan fraksi di DPR yang menyetujui pengangkatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Yang pimpin rapat orang PDIP yaitu Ketua Komisi III Herman Herry. Dan Ketua DPR nya juga orang PDIP yaitu Puan Maharani. Kok sekarang dipermasalahkan?," kata Haidar.
Di sisi lain, Haidar menduga isu ini kembali diangkat berkaitan dengan pengalaman masa lalu atau sosok Kapolri pada era pemerintahan Prabowo-Gibran nantinya.
Sedangkan di masa depan, Haidat menilai mungkin ada ketakutan pihak tertentu jikalau Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih menjabat sebagai Kapolri di kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Mengingat Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih memiliki waktu beberapa tahun lagi sebelum memasuki usia pensiun.
"Yang paling jelas karena ketegasan beliau tidak bisa diintervensi seperti yang dijelaskan di awal. Atau bisa jadi PDIP tidak ingin pengalaman masa lalu terulang kembali di saat ada orang dekatnya yang berpotensi menjadi Kapolri berikutnya tapi Prabowo sebagai Presiden terpilih masih mempertahankan Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri," pungkas R Haidar Alwi. (raa)
Load more