Yogyakarta, tvOnenews.com - Gempa Megathrust hingga mengakibatkan potensi bencana tsunami menghantui sejumlah wilayah Indonesia belakangan ini.
Beberapa diantaranya terjadi di tiga kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disebut-sebut berpotensi terjadi Tsunami jika gempa Megathrust benar-benar terjadi.
Ketiganya meliputi Kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo.
Sebab, tiga wilayah ini berada di pesisir selatan.
"Tiga wilayah ini yang terdampak kalau seandainya terjadi Tsunami. Kalau gempanya, semua wilayah pasti terdampak," kata Noviar Rahmad, Kepala Pelaksana BPBD DIY, Selasa (3/9/2024).
Sebab, berkaca dari gempa berkekuatan Magnitudo 5,8 pada 26 Agustus lalu, titik epicentrum berada di jalur Megathrust yaitu barat daya Gunungkidul dengan kedalaman 32 km.
Berdasarkan hasil identifikasi BPBD, total ada 107 bangunan rumah se-DIY yang rusak ringan.
Sebagian besar di Kapanewon Semanu, Gunungkidul, 18 rumah di Kabupaten Bantul dan tiga di Kulon Progo.
Noviar menyebut, pihaknya tidak perlu mengeluarkan Surat Edaran terkait ancaman Megathrust seperti yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Adapun, yang perlu diperkuat mengenai upaya dalam menghadapi ancaman ini khususnya masyarakat di pesisir pantai.
Kesiapsiagaan mulai dari simulasi, jalur evakuasi dan titik kumpul serta penyiapkan tas bencana.
Pada 2023 lalu, masyarakat di sepanjang Pantai Glagah, Kabupaten Kulon Progo meliputi 6 kalurahan sudah dibekali simulasi dengan pemasangan jalur evakuasi. Begitu juga di pantai selatan Gunungkidul serta tahun ini di pantai selatan Kabupaten Bantul.
Sementara, langkah yang dilakukan oleh BMKG pada 2023, melalui ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (Ardex).
Simulasi menghadapi ancaman Megathrust diikuti 15 negara Asean baik TNI/Polri maupun tenaga kesehatan.
Artinya, masyarakat di Yogyakarta sudah lebih siap.
Kendati demikian, bukan berarti mengabaikan peringatan yang dikeluarkan oleh BMKG.
Tentunya, hal ini perlu ada kerjasama multipihak untuk memberikan simulasi, edukasi dan sosialisasi, terutama bagi masyarakat pesisir ketika terjadi Megathrust.
"Karena waktunya tidak ada yang tahu dan tidak ada satupun teknologi yang bisa memprediksi kapan terjadi," tuturnya.
Sebelumnya, peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa ikut buka suara soal gempa Megathrust.
Hal ini Nuraini sampaikan dalam gelar wicara tentang Megathrust yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (30/8/2024).
Dia menyatakan tidak ada waktu pasti soal kapan gempa Megathrust terjadi di Indonesia.
"Jika ada informasi tentang tanggal, bulan, dan tahun kapan gempa akan terjadi maka bisa dipastikan itu hoaks, tapi kalau peristiwa Megathrust memang benar ada. Bisa terjadi, kapan? mau lima menit lagi, 100 tahun lagi, itu bisa terjadi," tuturnya.
Meskipun belum dapat diprediksi secara spesifik, Nuraini memaparkan bencana gempa besar seperti Megathrust bisa terjadi lagi di waktu yang akan datang, karena bencana tersebut pernah ada di wilayah Indonesia sejak zaman dahulu.
Adapun, lokasi bencana ini diprakirakan bisa terjadi di sebelah barat Pulau Sumatera hingga selatan Pulau Jawa, mengingat daerah tersebut merupakan daerah pertemuan antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia yang rawan akan guncangan.
Nuraini juga memaparkan adanya siklus tertentu pada gempa-gempa besar, seperti gempa Megathrust.
Dia menyebut semakin besar gempanya, maka akan semakin lama juga siklusnya.
Menurut dia, gempa besar yang melanda Aceh yang terjadi pada 2004 yang lalu memiliki siklus hingga 600 tahun sekali.
Meski demikian, siklus tersebut hanya berlaku di titik gempa yang sama, sehingga masing masing titik memiliki siklus gempanya masing-masing.
"Pergerakan lempeng itu bisa kita ukur, besar energi juga, tapi bagaimana caranya dilepaskan kita gak tahu. Jadi bisa saja dilepaskan seperti gempa Pangandaran yang (kekuatannya) kecil-kecil, bisa juga besar seperti gempa Aceh," ujarnya.
Nuraini melanjutkan, masing-masing tempat juga memiliki pergeseran.
Sebagaimana pulau jawa yang memiliki potensi pergeseran lempeng bumi rata-rata sebesar 6cm per tahun, dengan siklus gempa yang diprakirakan terjadi setiap 400-600 tahun sekali, serta potensi pergeseran lempeng yang bisa dikeluarkan secara bertahap, maupun secara sporadis.
"Kalau 400 tahun dikali 6cm maka 24m ya, kalau 24m itu dia mau gerak sekaligus, kita sudah menghitung kita mendapatkan angka (potensi gempa) pada skala 8,8 Magnitudo, itu kalau satu segmen Selat Sunda. Tapi kalau satu segmen Pulau Jawa, maka dia berada pada 9 Magnitudo, mirip seperti gempa Aceh dan Jepang," ungkapnya.
Namun demikian, dengan kekuatan gempa yang sama seperti di Aceh, Nuraini menyoroti Jepang memiliki korban jiwa yang lebih sedikit, yaitu sekitar 1/10 dari korban jiwa yang ada di Aceh.
Oleh karenanya, dia menekankan seluruh pihak untuk bekerja sama dalam upaya mitigasi bencana yang tepat, sehingga dapat mengurangi risiko kebencanaan untuk dapat menyelamatkan nyawa lebih banyak lagi jika terjadi gempa.
Seperti dikutip dari laman BMKG, bahwa Informasi terkini tentang potensi gempa megathrust di beberapa zona di Indonesia yang dirilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bukan sebuah peringatan dini, apalagi bermaksud menakut-nakuti, melainkan sebagai pengetahuan yang harus diketahui agar kita siaga.
"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian," demikian keterangan BMKG dalam keterangan tertulisnya.
BMKG melaporkan pembahasan mengenai potensi gempa di zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut akhir-akhir ini sebenarnya bukan hal baru.
Hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat.
"Sekali lagi, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat," tulis BMKG.
Zona megathrust di Indonesia berada di zona subduksi aktif, mulai dari Subduksi Sunda, Subduksi Banda, Subduksi Lempeng Laut Maluku, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, hingga Subduksi Utara Papua.
Zona subduksi aktif tersebut dibagi menjadi beberapa segmentasi sumber gempa zona megathrust.
1. Megathrust Aceh-Andaman (M 9,2)
2. Megathrust Nias-Simeulue (M 8,9)
3. Megathrust Batu (M 8,2)
4. Megathrust Mentawai-Siberut (M 8,7)
5. Megathrust Mentawai-Pagai (M 8,9)
6. Megathrust Enggano (M 8,8)
7. Megathrust Selat Sunda-Banten (SSB) (M 8,8)
8. Megathrust Jawa Barat (M 8,8)
9. Megathrust Jawa Tengah-Jawa Timur (M 8,9)
10. Megathrust Bali (M 9,0)
11. Megathrust NTB (M 8,9)
12. Megathrust NTT (M 8,7)
13. Megathrust Laut Banda Selatan (M 7,4)
14. Megathrust Laut Banda Utara (M 7,9)
15. Megathrust Utara Sulawesi (M 8,5)
16. Megathrust Lempeng Laut Filipina (M 8,2) (scp/lkf)
Load more