Menurutnya, sentralisasi pencalonan dan hegemoni pengurus pusat partai politik melalui rekomendasi DPP yang wajib itu membuat banyak ketidakpuasan di sejumlah daerah.
Ia menjelaskan, keterpusatan aspirasi tersebut salah satunya tercermin dalam Pilkada Jakarta 2024.
“Di Jakarta ada Anies Baswedan, dan Ahok. Kok yang dicalonkan lain? Apalagi diimpor dari gubernur provinsi sebelah. Nah, itu yang menjadi problem,” katanya.
Titi mengatakan, akibat keputusan dari pusat tersebut dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat, sehingga menimbulkan ekspresi ketidakpuasan dengan adanya gerakan mencoblos semua kandidat.
“Lalu, di daerah-daerah calon tunggal ada gerakan tandingan mendaftarkan kotak kosong setelah calon tunggal didaftarkan. Misalnya di Kota Pangkalpinang, Asahan, Gresik, serta beberapa daerah lain,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ketidakpuasan tersebut turut membuat suara kosong, kotak kosong, atau gerakan tidak memilih calon tunggal menjadi wacana yang dibahas di ruang publik. (ant/iwh)
Load more