Jakarta, tvOnenews.com - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membongkar kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil dari peredaran gelap narkoba yang dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Tarakan Kelas IIA.
Kepala Bareskrim Polri, Komjen Wahyu Widada mengatakan bahwa pengungkapan kasus TPPU ini berawal dari adanya informasi dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham terkait adanya narapidana di Lapas Tarakan Kelas II A yang kerap berbuat onar.
Berdasarkan informasi tersebut Bareskrim kemudian melakukan penyelidikan dengan bekerjasama dengan DitjenPas, PPATK, dan BNN.
"Dari hasil penyelidikan, HS masih mengendalikan peredaran narkoba di Indonesia Bagian Tengah khususnya wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali dan Jawa Timur, artinya meskipun berada di dalam lapas dia masih memiliki kemampuan untuk peredaran narkoba," kata Wahyu saat jumpa pers di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Rabu (18/9).
Wahyu menjelaskan, terpidana Hendra Sabarudin telah beroperasi sejak 2017 hingga 2024. Selama itu, ia telah menyelundupkan barang haram itu sebanyak tujuh ton.
"HS telah memasukan narkotika jenis sabu dari wilayah Malaysia sebanyak lebih dari tujuh ton,” ujar Wahyu.
Kemudian, uang dari hasil peredaran narkoba jenis sabu-sabu tersebut disamarkan HS dengan dibantu delapan orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun peran delapan tersangka berinisial TR, MA, SY, CA, AZ, NY, RO, dan AY, yakni mengelola aset dan melakukan pencucian uang.
Wahyu membeberkan, modus HS melakukan pencucian uang dengan cara menyamarkan melalui tiga tahap.
Pertama, penempatan uang HS ditransfer atau setor tunai ke rekening atas nama para tersangka dan orang lain.
Kedua, uang tersebut dikirim ke rekening penampung dan kemudian dikirim ke rekening-rekening lain untuk digunakan.
Ketiga, uang milik HS kemudian oleh para tersangka dibelikan atau membelanjakan aset bergerak dan tidak bergerak.
Wahyu mengatakan para tersangka dijerat dengan Pasal 3,4,5, 6 dan 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Atau Pasal 137 huruf a, b Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika & Pasal 55 (1) ke 1 KUHP.
"Ancaman hukumannya 20 tahun penjara," ujarnya.
Berdasarkan analisis dari PPATK, lanjut Wahyu, perputaran uang bisnis narkoba sindikat jaringan Malaysia-Indonesia Bagian Tengah ini selama enam tahun mencapai Rp2,1 Triliun.
"Sebagian uang yang didapatkan dari hasil penjualan narkoba digunakan untuk membeli aset-aset yang sudah bisa kita nilainya Rp221 miliar," kata Wahyu.
Sementara, aset-aset yang telah disita polisi sebagai barang bukti tindak pidana pencucian uang yaitu, 21 kendaraan roda empat, 28 kendaraan roda dua, lima kendaraan laut (1 Speed Boat, 4 Kapal), 2 kendaraan jenis ATV, 44 bidang tanah dan bangunan, 2 jam tangan Mewah, uang tunai Rp1.200.000.000 dan deposito sebesar Rp500.000.000. (rpi/dpi)
Load more