Jakarta - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah mengatakan perjanjian ekstradisi yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Singapura, memudahkan kerja sama memburu 247 buronan berbagai tindak pidana.
Febrie menyebutkan ada 247 orang buronan yang masuk daftar pencarian orang (DPO). Buronan tersebut berasal dari berbagai tindak pidana korupsi dan perkara lain.
“DPO di JAMPidsus ada 247 orang. Jadi DPO itu ada juga (perkara,red.) pajak, pabean, jadi bukan hanya korupsi saja,” kata Febrie di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis malam.
Menurut dia, dari 247 orang buronan JAMPidsus belum diketahui berapa jumlah yang bersembunyi di Singapura karena belum terindikasi di satu tempat.
“Tetapi kami tidak bisa memastikan DPO itu di Singapura, umpamanya di Singapura, sama sini kan belum terindikasi. Namanya DPO buron kan di satu tempat,” kata Febrie.
Namun, lanjut Febrie, dengan adanya perjanjian ekstradisi tersebut mempermudah pihaknya masuk ke Singapura.
“Jadi lebih mudah kami untuk bisa bekerja sama dengan negara Singapura,” terangnya.
Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) JAMPidsus Kejaksaan Agung, Andi Herman mengatakan perjanjian ekstradisi dengan Singapura bisa mempermudah perampasan aset terpidana kasus korupsi, seperti skandal di PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri (Persero).
“Kami tahu ada beberapa aset yang penanganan perkaranya diduga ada disimpan di Singapura. Tentu ini jadi bagian yang dikoordinasikan,” katanya.
Tetapi, Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung Supardi menekankan bahwa ekstradisi itu tidak terkait dengan penyitaan aset tersangka yang disembunyikan di Singapura.
"Aset itu MLA (mutual legal assistance) terkait dengan kerja sama di dalam proses hukum. Kalau ekstradisi itu tidak bicara persoalan aset," kata Supardi.(chm/ant)
Load more