Selanjutnya, PT Permana Putra Mandiri dan PT Energi Kita Mandiri menandatangani kontrak kerja sama distribusi APD, dengan margin 18,5% diberikan kepada PT Permana Putra Mandiri. Mantan Sestama BNPB yang juga kuasa pengguna anggaran BNPB saat itu, Harmensyah bernegosiasi dengan Satrio Wibowo agar harga APD diturunkan dari US$ 60 menjadi US$ 50. Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD dengan mereka yang sama yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu
sebesar Rp 370.000 per set.
Dalam rapat juga disimpulkan PT Permana Putra Mandiri akan menagih pembayaran atas 170.000 set APD yang didistribusikan TNI dengan harga US$ 50/set atau sekitar Rp 700.000. Pada 25 Maret 2020, PT Energi Kita Indonesia dan PT Yonsin Jaya memesan 500.000 set APD dengan menyerahkan giro Rp 113 miliar bertanggal 30 Maret 2020.
Dokumen kepabean dan dokumen lain sengaja menggunakan data PT Permana Putra Mandiri karena PT Energi Kita Indonesia tidak mempunyai izin penyaluran alat kesehatan, tidak memiliki gudang, dan Non PKP.
"Pada 27 Maret 2020, Saudara SW menghubungi kepala BNPB pada saat itu, di antaranya untuk segera dilakukan pembayaran terhadap 170.000 APD yang diambil TNI, dan meminta diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea," paparnya.
Atas permintaan itu, pembayaran pertama sebesar Rp 10 miliar dilakukan pada 27 Maret 2020 dari bendahara BNPB kepada rekening BNI PT PPM. Padahal, saat itu belum ada kontrak ataupun surat pesanan. Pembayaran kedua sebesar Rp 109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kemenkes kepada rekening BNI PT PPM.
"Di sisi lain, Saudara HM baru menunjuk Saudara BS (BUDI SYLVANA) sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk pengadaan APD di Kementerian Kesehatan pada 28 Maret 2020. Sedangkan surat keputusan penunjukan tersebut dibuat backdate tertanggal 27 Maret 2020," ungkapnya.
Load more