Jakarta, tvOnenews.com - Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) menertibkan tambang emas ilegal di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat dengan pemasangan spanduk di lokasi.
Penertiban itu juga dilakukan bersama Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, serta DLHK Nusa Tenggara Barat (NTB).
Spanduk peringatan yang dipasang berbunyi 'setiap orang dilarang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin dalam bentuk apa pun di dalam kawasan Hutan Pelangan, Sekotong. Jika melanggar, akan dikenakan Pasal 89 jo Pasal 17 ayat (1) Huruf B Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp 10 miliar’.
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria mengungkapkan aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan produksi terbatas (HPT) ini diduga sudah dimulai sejak 2021.
Menurut Dian, tambang emas ilegal itu diperkirakan menghasilkan omzet sampai Rp90 miliar per bulan atau sekitar Rp1,08 triliun per tahun. Angka ini berasal dari tiga tempat penyimpanan (stockpile) di satu titik tambang emas wilayah Sekotong.
"Ini baru satu lokasi dengan tiga stockpile dan kami tahu mungkin di sebelahnya ada lagi. Belum lagi yang di Lantung, yang di Dompu, yang di Sumbawa Barat, berapa itu per bulannya, bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara," kata Dian dalam keterangan resmi, Jumat (4/10/2024).
Lebih lanjut, dia juga mengungkapkan adanya dugaan modus konspirasi antara pemilik izin usaha pertambangan (IUP) dan operator tambang ilegal.
Meski kawasan itu mempunyai izin pertambangan resmi dari PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB), keberadaan tambang ilegal terus dibiarkan.
Bahkan, kata Dian, papan tanda IUP ILBB baru dipasang pada Agustus 2024 setelah bertahun-tahun tambang tersebut beroperasi.
"Kami melihat ada potensi modus operandi di sini, di mana pemegang izin tidak mengambil tindakan atas operasi tambang ilegal ini. Mungkin dengan tujuan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak, royalti, dan kewajiban lainnya kepada negara," jelasnya.
Selain itu, juga ditemukan sebagian besar alat berat dan bahan kimia yang digunakan di tambang ilegal ini diimpor dari luar negeri, termasuk merkuri dari Cina. Alat berat dan terpal khusus yang digunakan untuk proses penyiraman sianida juga dikirim dari Cina.
"Daerah di sekitar tambang ini sangat indah, memiliki potensi wisata yang besar. Namun, tambang ilegal ini merusaknya dengan merkuri dan sianida yang mereka buang sembarangan. Jika terus dibiarkan, dampaknya akan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan setempat," papar Dian. (saa/raa)
Load more