Bali, tvOnenews.com - Pertemuan tahunan Asian Forum of Parliamentarians on Population and Development (AFPPD) resmi dibuka dengan mengusung tema “Mengatasi Tiga Pilar dan ICPD Paska 30 Tahun”.
Pertemuan ini dibuka pada Senin (7/10/2024) dan berlangsung hingga Rabu (9/10/2024).
Pertemuan ini menjadi wadah diskusi penting bagi para anggota parlemen dari negara-negara Asia-Pasifik untuk membahas isu-isu kependudukan, pembangunan berkelanjutan, serta krisis perubahan iklim yang semakin mendesak.
Sekretaris Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan (IFPPD) Ermalena Muslim Hasbullah menegaskan pentingnya peran parlemen dan juga pengambil kebijakan lainnya untuk bersama-sama mengambil langkah-langkah agar isu kependudukan dan pembangunan dapat diatasi dengan baik.
Sebagai bagian dari Asia-Pasifik, Ermalena menjelaskan, Indonesia mempunyai permasalahan kependudukan yang relatif sama.
Ada tiga dinamika kependudukan yang saat ini sedang dan akan terjadi di Indonesia, dimana, penurunan tingkat fertilitas yang sekarang sudah hampir mencapai replacement level 2.14 tahun 2023, dan cenderung akan terus menurun.
"Lambat atau cepat akan mengikuti kecenderungan dari negara-negara lain,” ujar Ermalena Muslim Hasbullah, usai menghadiri pertemuan AFPPD di Nusa Dua, Bali.
Menurut Ermalena, penurunan fertilitas akan diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk yang memasuki angkatan kerja, yang jika dikelola dengan baik melalui peningkatan pendidikan, keterampilan, dan kesehatan, akan memperoleh apa yang dikenal dengan bonus demografi. Suatu keadaan dimana proporsi angkatan kerja lebih besar dari proporsi penduduk di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun.
“Bonus demografi tidak akan berlangsung lama. Jumlah penduduk lansia akan bertambah terus, sehingga beban ketergantungan akan beranjak naik lagi,” jelas Ermalena dihadapan 24 negara.
Perempuan yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP PPP menyebut, peningkatan penduduk lansia harus dipersiapkan dan dikelola dengan baik. Bahkan harus dimulai sejak dini, dan tidak hanya ketika mereka sudah dewasa atau bahkan sudah lansia. Kehidupan masa kecil mempengaruhi kehidupan dewasa dan lansia.
Sebab, menurutnya hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi suatu negara. Tiga pilar terkait kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan isu remaja sangat penting terutama di Asia dan Pasifik. Meskipun banyak kemajuan, namun masih banyak pekerjaan rumah. Perempuan masih mengalami tidak adanya kesetaraan.
Demikian pula, penurunan fertilitas telah mengubah dinamika pendudukan di Asia Pasifik. Misalnya, masih terdapat 3,7 persen remaja perempuan hamil di Asia dan Pasifik. Perkawinan anak juga masih tinggi, tercatat 8 persen. Meskipun upaya telah dilakukan namun masih ada kesenjangan. Termasuk data terhadap orang muda.
"Kesenjangan data mempengaruhi kebijakan,” sambungnya.
Sementara, Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Ukik Kusuma Kurniawan, menyebut bahwa Indonesia, sebagai negara ketiga dengan populasi terbesar di Asia juga menghadapi tantangan serupa.
Di Asia dan Pasifik, pernikahan dini terus menurun yang memungkinkan lebih banyak anak perempuan untuk mengenyam pendidikan; kehamilan remaja telah berkurang setengahnya; harapan hidup rata-rata orang di seluruh wilayah meningkat dan orang-orang hidup lebih sehat, serta angka kematian ibu dan bayi juga menurun.
Indonesia juga berkomitmen memperkuat pelaksanaan Aksi Program ICPD dan pengarusutamaan SDGs di tingkat daerah. Sejak tahun 2014, kabupaten-kabupaten telah menyusun Grand Desain Pembangunan Kependudukan.
Pada 2021, Pemerintah Indonesia menerapkan SDGs Desa untuk melokalisasi tujuan SDGs.
SDGs Desa memastikan bahwa suara dari akar rumput didengar dan bahwa masyarakat setempat memiliki rasa kepemilikan atas proses pencapaian tujuan SDGs.(lkf)
Load more