Jakarta, tvOnenews.com - Polres Metro Jakarta Barat menangkap SPS (22) pelaku aksi penculikan disertai dugaan pemerkosaan terhadap anak perempuan berinsial A (12).
Kasus penculikan anak diungkapkan Kuasa Hukum Keluarga Korban lainnya dari Posbakum IKADIN Jakarta Selatan, Hezekia Naibaho peristiwa bermula pada 16 September 2024.
Ketika itu korban meminta izin kepada ibunya untuk bermain dengan teman-temannya.
Namun, ketika tidak kunjung pulang pada pukul 22.00 WIB, ayahnya mulai khawatir dan mencoba menghubungi korban.
Sayangnya, handphone korban sudah tidak aktif.
Khawatir dengan kondisi anaknya, orangtua korban berusaha melaporkan kehilangan di Polsek Kalideres pada pukul 24.00 WIB, tetapi laporan mereka ditolak karena belum genap 2 x 24 jam.
"Mereka kembali melapor pada 18 September 2024, setelah dua hari tanpa kabar," ungkap Hezekia.
Setelah laporan tersebut, pihak Polsek melakukan pengecekan CCTV dan berusaha mengumpulkan informasi.
Pada tanggal 23 September 2024, korban akhirnya pulang ke rumah.
Tidak lama setelah itu, pihak kepolisian datang untuk meminta keterangan orangtua mengenai hilangnya korban.
"Setelah melalui beberapa prosedur, pada 24 September 2024, orangtua korban diminta untuk membuat laporan resmi mengenai dugaan penculikan. Selanjutnya, korban menjalani visum pada 25 September 2024 di RS Tarakan, yang dihadiri oleh keluarganya dan pihak kepolisian," beber Hezekia.
"Puncaknya terjadi pada 30 September 2024, ketika pihak kepolisian meminta korban untuk menunjukkan lokasi selama menghilang. Dalam proses ini, mereka secara tidak sengaja bertemu dengan pelaku yang diduga terlibat dalam penculikan," tambahnya.
Di sisi lain, Hezkia menyorot konferensi pers pada 8 Oktober 2024 terkait pernyataan kepolisian dinilai tidak mencerminkan realitas yang terjadi.
Orangtua mengaku khawatir atas pernyataan kepolisian yang menyebut kejadian ini sebagai suka sama suka dalam konteks pacaran.
"Korban masih di bawah umur, dan tidak seharusnya ada alasan pembenar untuk tindakan pelaku yang jelas merupakan predator," tegas Hezeki.
Kuasa hukum keluarga korban lainnya, Cahaya Chrismanto turut mengkritik pernyataan Polres Metro Jakarta Barat dalam konferensi persnya terkait motif suka sama suka antara pelaku dan korban.
Pernyataan tersebut menuai kritik, terutama mengingat perbedaan usia yang mencolok antara korban dan pelaku, yang berusia 22 tahun.
Cahaya menekankan bahwa korban masih anak-anak dan tidak memahami makna pacaran atau hubungan intim.
"Tidak ada alasan pembenar yang dapat diterima untuk tindakan pelaku, yang jelas merupakan seorang 'predator'," ungkap Cahaya.
Tak hanya itu, polisi juga mengklaim bahwa korban melarikan diri dari rumah karena dimarahi orangtua.
Namun, pihak penasehat hukum menyatakan bahwa informasi ini belum pernah dikonfirmasi kepada korban maupun orangtuanya.
Mereka menyesalkan kurangnya komunikasi dalam proses investigasi dan menekankan pentingnya pemulihan korban secara psikologis.
"Sebagai penasehat hukum, kami mendukung langkah-langkah pemeriksaan yang dilakukan oleh PPPA DKI Jakarta dan perlindungan melalui KPAI. Kami juga berencana mengajukan permohonan perlindungan kepada KPAI," tambah Cahaya.
Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes M Syahduddi mengatakan oelaku SPS menyekap korban selama tujuh hari.
Usai menyekap, pelaku membebaskan dan mengembalikan korban tak jauh dari rumah korban di kawasan Kalideres.
Penculikan itu, kata Syahduddi, berawal saat tersangka berkenalan dengan korban melalui aplikasi kencan Litmach pada Senin (15/9/2024).
Perkenalan itu pun berlanjut dengan saling bertukar nomor WhatsApp untuk bertemu janji di Taman Bulak Teko, Kalideres.
SPS kemudian mengajak korban jalan dan dibawa ke sebuah gudang kosong hingga melakukan aksi pemerkosaan.
Dari hasil pemeriksaan visum et repertum di Rumah Sakit Tarakan juga menunjukkan bukti kuat adanya kekerasan seksual.
SPS mengaku, tindakan itu karena didasari saling suka.
Namun, kata Syahduddi, perbuatan tersangka tetap tidak bisa dibenarkan karena korban masih di bawah umur dan telah membawa kabur tanpa persetujuan orangtua.
”Pelaku membawa korban ke sebuah kamar di lapak barang bekas. Di situ, selama tujuh hari korban tidak pernah keluar kamar jika siang hari, dan jika keluar hanya malam hari untuk mandi,” ujarnya.
Sementara itu, dari keterangan keluarga, A pamit untuk bermain dan bertemu temannya di Kota Tua.
Sejak saat itu, korban tak lagi pulang ke rumah hingga kedua orangtuanya memutuskan melaporkannya ke kepolisian.
Atas perbuatannya tersangka SPS dijerat Pasal 81 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 332 KUHP dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. (raa)
Load more