Jakarta, tvOnenews.com - Prof. Dr. Iswandi Syahputra, Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN Yogyakarta, memberikan pandangannya terkait gelar Doktor yang diterima Bahlil Lahadalia dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI).
Menurutnya, perolehan gelar tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku, mengacu pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menekankan pentingnya pendidikan seumur hidup tanpa diskriminasi.
"Perguruan tinggi tidak bisa menolak warga negara yang ingin melanjutkan pendidikan. Setiap orang berhak melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi," ungkap Prof. Iswandi, Senin (21/10/2024).
Ia juga menjelaskan bahwa otonomi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) memungkinkan fleksibilitas dalam mengelola program studi, termasuk program lintas disiplin di jenjang pascasarjana.
Program-program ini, lanjutnya, dirancang untuk memberikan solusi bagi permasalahan kebangsaan.
"Program seperti yang diikuti Bahlil sangat positif karena menjembatani perguruan tinggi dengan pengambil kebijakan, terlebih Bahlil juga menjabat sebagai Menteri ESDM," tambah Prof. Iswandi.
Menanggapi kritik yang menyebut gelar Doktor Bahlil hanya formalitas, Prof. Iswandi menegaskan bahwa Bahlil memiliki niat tulus untuk belajar.
"Jika dia hanya mengejar gengsi, dia bisa saja mendapatkan gelar Honoris Causa tanpa harus menempuh pendidikan formal. Namun, ia memilih jalur reguler dan serius menjalani proses hingga ujian terbuka," katanya.
Prof. Iswandi juga membantah tuduhan plagiarisme terhadap disertasi Bahlil, menegaskan bahwa setiap disertasi melalui pemeriksaan similarity yang ketat.
"Jika ada yang meragukan, mungkin mereka kurang memahami prosedur akademik," ujarnya, seraya menambahkan bahwa kritik tanpa dasar faktual hanya bersifat personal.
Hal serupa disampaikan oleh DR. Sofyan Syaf, Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB, yang menyebut bahwa setiap perguruan tinggi memiliki metode dan mekanisme berbeda dalam program pascasarjana, terutama terkait jalur riset dan perkuliahan.
"Di program pascasarjana, metode bisa bervariasi. Ada jalur kuliah dan riset, yang durasinya bergantung pada kemampuan mahasiswa. Beberapa kampus menawarkan jalur lebih cepat, sementara lainnya memiliki standar tersendiri," jelas DR. Sofyan.
Terkait gelar Doktor Bahlil, DR. Sofyan menegaskan bahwa UI memiliki mekanisme khusus dalam mengelola program tersebut.
"Bahlil mengikuti mekanisme di UI. Jika ada yang mempertanyakan, sebaiknya diserahkan kepada UI untuk menjawab, karena setiap perguruan tinggi memiliki prosedur yang berbeda."
Ia juga mengingatkan agar tidak membandingkan proses pendidikan antar perguruan tinggi.
"Yang menentukan normal atau tidaknya adalah UI, karena setiap kampus punya mekanismenya sendiri," tutupnya.
Pernyataan dari kedua akademisi ini sangat relevan di tengah sorotan publik terhadap gelar akademik yang diperoleh tokoh-tokoh penting, di mana proses perolehan gelar kerap dipertanyakan oleh pihak eksternal. (aag)
Load more