Jakarta, tvOnenews.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenurrohman, menilai penemuan uang hampir Rp 1 triliun di kediaman mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar (ZR), mencerminkan krisis serius dalam penegakan hukum di Indonesia.
Zaenur menegaskan, uang yang diduga terkait dengan pengurusan perkara ini menunjukkan betapa hukum telah diperdagangkan oleh aparat.
“Temuan uang sebesar ini di rumah ZR memperlihatkan betapa rusaknya dunia peradilan kita. Ini sudah sangat mengkhawatirkan,” ungkap Zaenur seperti dikutip dari berbagai sumber pada Minggu, (27/20/2024).
Zaenur menjelaskan bahwa Ricar hanyalah seorang makelar dalam skandal ini dan tidak mungkin dapat mengurus perkara di lembaga peradilan sendirian.
“ZR bukanlah hakim. Hakim adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk memutuskan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa hakim pun tidak bisa menjalankan pengurusan perkara tanpa keterlibatan pihak lain.
Diduga, ada peran dari panitera, panitera pengganti, serta pegawai MA lainnya.
Selain itu, pihak-pihak dari lembaga peradilan di bawah MA dan para advokat juga mungkin terlibat dalam jaringan ini.
Zaenur mendesak agar seluruh jaringan mafia hukum yang terkait dengan ZR diungkap secara menyeluruh, yang memerlukan kerja keras dari Kejaksaan Agung.
“Semua yang berhubungan dengan ZR harus dibongkar. Ini adalah jaringan yang kompleks, bukan operasi individu,” tegasnya.
Sebelumnya, penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menangkap Ricar karena diduga terlibat dalam suap pengurusan kasasi terdakwa Ronald Tannur di Bali pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Dalam penggeledahan di rumahnya di Senayan, Jakarta Pusat, penyidik menyita uang hampir Rp 1 triliun, termasuk 74.494.427 dollar Singapura, 1.897.362 dollar AS, 71.200 euro, 483.320 dollar Hong Kong, dan Rp 5.725.075.000, yang diduga berasal dari pengurusan perkara.
Ricar dituduh menyiapkan suap sebesar Rp 5 miliar untuk hakim agung yang menangani kasasi Ronald Tannur.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa uang tersebut disiapkan oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, sebagai imbalan atas pengaturan putusan perkara pidana yang menjerat kliennya.
Sebagai pihak perantara dalam pengurusan perkara, Ricar diduga menerima fee sebesar Rp 1 miliar dari Lisa Rahmat.
Ia meminta agar uang tersebut ditukarkan ke valuta asing di money changer di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
“Menurut catatan Lisa Rahmat yang diserahkan kepada Zarof Ricar, Rp 5 miliar ini ditujukan kepada hakim agung atas nama S, A, dan S yang menangani kasasi Ronald Tannur,” ungkap Abdul dalam konferensi pers pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Kasus ini merupakan pengembangan dari penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur, yang merupakan anak seorang anggota DPR, setelah menganiaya kekasihnya hingga tewas.
Mereka adalah Erintuah Damanik (ED) sebagai Hakim Ketua, serta Mangapul (M) dan Heru Hanindyo (HH) sebagai Hakim Anggota.
Di sisi lain, Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir atau melindungi hakim agung yang terbukti menerima suap dalam pengurusan perkara.
Mahkamah Agung mendukung Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas hakim agung yang terlibat.
“Jika ada bukti, silakan saja. Kami tidak akan pernah mentolerir praktik korupsi,” pungkas Yanto. (aag)
Load more