Jakarta, tvOnenews.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyebutkan harapan pemberantasan korupsi berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.
Sebab, Presiden Prabowo dapat memerintahkan Jaksa Agung, Polri, dan para menteri untuk bisa memberantas korupsi karena merekalah yang berwenang.
"Sebenarnya ada harapan (untuk pemberantasan korupsi) asal Presiden mau, karena semuanya itu Presiden yang harus memberantas mafia-mafia," tegas Mahfud M dalam keterangannya, Rabu (6/11/2024).
Terlebih Presiden Prabowo juga telah menekankan janjinya untuk memberantas korupsi, dan itu diucapkan bukan satu atau dua kali ketika berpidato, namun diucapkan berulang kali.
Bahkan, Presiden Prabowo mengatakan akan mengejar para koruptor hingga Antartika, dan ini menjadi angin segar terhadap penegakan hukum bagi para koruptor.
"Harapan ini ada, karena sampai saat ini sejak dilantik tekanan Presiden Prabowo berjanji akan menyejahterakan rakyat, ingin memberantas korupsi, menegakkan hukum dan membangun demokrasi yang santun," tuturnya.
Selain pemberantasan korupsi ada di tangan Presiden Prabowo, ternyata sistem politik yang demokrasi juga merupakan harapan bangsa ini untuk memberantas korupsi.
"Sebab dengan demokrasi selalu mempunyai momentum untuk memperbaiki," kata Mahfud Md.
Mahfud menilai sistem politik demokrasi ini merupakan satu harapan pemberantasan korupsi, sebab dengan sistem ini ada momentum perbaikan setiap lima tahun sekali.
Dia menambahkan pada dasarnya korupsi itu bersumber dari distribusi kekuasaan yang korup karena pelaku korupsi merupakan pejabat negara yang telah diamanahi untuk menjalankan tugasnya.
Sebab, korupsi yang terjadi ini bukan karena gaji pejabat yang kecil, namun cenderung mereka pemilik gaji besarlah sebagai aktor dari kejahatan tersebut.
"Sistem politik yang demokratis itu adalah harapan (untuk memberantas korupsi). Karena pada dasarnya korupsi itu bersumber dari distribusi kekuasaan yang korup," tuturnya.
Sistem politik demokrasi ini dapat memberikan ruang bagi para pemimpin untuk menunjukkan keseriusannya dalam memberantas korupsi.
Apabila kesempatan itu tidak digunakan dengan baik, masyarakat dapat mengganti pemimpinnya secara jadwal ataupun melalui proses paksa.
"Demokrasi menjadi lubang harapan untuk memperbaiki, kalau sekarang gagal masih ada lagi. Karena demokrasi itu lima tahunan sehingga kita bisa menilai seorang pemimpin," imbuh dia.
Sebelumnya, Mahfud Md. merasa teori untuk memberantas korupsi sudah habis karena semua telah dipakai dan diundangkan.
"Teorinya sudah habis. Sepertinya banyak yang putus asa karena teori sudah dipakai semua apa yang diusulkan telah dijadikan undang-undang semua," kata Mahfud Md.
Meskipun semua teori telah dipakai untuk memberantas korupsi, menurut dia, hingga saat ini kejahatan tersebut belum juga ada tanda-tanda penurunan, bahkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) terus meningkat.
Mahfud Md. mengemukakan bahwa pada saat awal reformasi semua teori telah dipakai.
Misalnya, saat membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Konstitusi (MK), dan lainnya.
"Akan tetapi, Indeks Persepsi Korupsi masih buruk, sementara lapangan becek. Korupsi ada di berbagai sektor pemerintahan, semua departemen ada koruptornya," tandasnya.(hmd)
Load more