Jakarta, tvOnenews.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan Politeknik Swasta Indonesia sekaligus Wakil Direktur IV Politeknik Harapan Bersama, Ginanjar Wiro Sasmito, buka suara terkait pendidikan vokasi di Indonesia.
Menurutnya, pendidikan vokasi telah mendapat perhatian serius pada era kepemimpinan Presiden Jokowi.
Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya satu Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi sebagai salah satu unit utama (unit eselon I) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Di mana disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi terdiri atas 6 unit, dimana diantara unit-nya tersebut adalah Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi, Direktorat Kelembagaan dan Sumber Daya Pendidikan Tinggi Vokasi, dan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri.
"Urgensi pembentukan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi tersebut didasarkan pada kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dan siap pakai di tengah perkembangan teknologi yang cepat dan semakin kompleksnya kebutuhan industri," ujar Ginanjar dalam keterangannya, Senin (11/11/2024).
Selain itu, juga untuk menjawab bonus demografi yang dialami Indonesia dalam beberapa tahun kedepan, serta mempersiapkan dalam menyongsong terwujudnya visi Indonesia Emas di Tahun 2045.
Saat ini keseriusan negara dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo dalam mendukung pendidikan vokasi masih sangat dinantikan, terlebih setelah Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) dibagi menjadi tiga kementerian, yaitu: Kemendikdasmen (Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah), Kemendikti Saintek (Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi), dan Kementerian Kebudayaan.
Ketika banyak negara maju mengalami kepanikan dan kecemasan atas penyusutan jumlah penduduk produktif, Indonesia justru memiliki kelimpahan tenaga kerja produktif.
Asa Indonesia Emas 2045 semestinya bukan sekadar mimpi ataupun angan-angan semata jika pemerintahan saat ini mempunyai visi dan komitmen yang tinggi menjadikan pendidikan vokasi sebagai media penempaan dan pembinaan utama dalam mengoptimalkan bonus demografi.
Pendidikan vokasi sendiri merupakan sistem pendidikan yang berfokus pada pengembangan keterampilan praktis dan pengetahuan spesifik yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja yang terus berkembang.
"Tujuan utama pendidikan vokasi terletak pada keuntungan ekonomi untuk masa depan,' jelasnya.
Pendidikan vokasi saat ini di Indonesia masih sering dijadikan sebagai pilihan kedua dibandingkan pendidikan akademik.
Tidak sedikit orang tua dan siswa yang memandang pendidikan vokasi sebagai pilihan yang kurang prestisius atau kurang bergengsi, sehingga menyebabkan rendahnya minat terhadap pendidikan vokasi.
"Pendidikan vokasi juga sering diklaim sebagai "sekolah tukang" yang hanya mencetak teknisi saja, tanpa jenjang karir yang jelas," tegas dia.
Namun, j ika mengaca pada negara-negara maju seperti: Jerman, Swiss, Jepang, dan Australia, pendidikan vokasi benar-benar menjadi primadona bagi warga yang dari awal ingin melabuhkan dirinya menjadi seorang yang memiliki keterampilan khusus yang dibutuhkan oleh industri.
Pendidikan vokasi menjadi sangat prestisius dan tidak dipandang sebelah mata. Intervensi pemerintah di negara-negara maju terhadap pendidikan vokasi sangatlah jauh, penentuan relevansi kurikulum, sistem pemagangan, sertifikasi kompetensi dan pembukaan program yang sesuai dengan job order/kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) benar-benar diatur secara serius, rigid, dan detail bersama dengan pelaku DUDI maupun KADIN (Kamar Dagang dan Industri) di negara setempat.
Sehingga Link and Match antara pendidikan vokasi dengan DUDI benar-benar konkret dan dapat dirasakan proses maupun hasilnya, keterserapan alumni pendidikan vokasi di dunia kerja pun terjamin secara menyeluruh.
Tidak sampai disitu, intervensi pemerintah pada hulu pendidikan vokasi adalah dengan mengarahkan lulusan-lulusan sekolah kejuruan seperti SMK untuk melanjutkan studinya ke politeknik/sekolah vokasi sesuai dengan jurusan/program keahlian masing-masing guna mengembangkan dan mempertajam keterampilan/skill yang dimiliki.
Keseriusan mengelola pendidikan di negara-negara maju ini tentu dapat terlihat dari kejelasan dalam mendikotomikan antara pendidikan akademik dan pendidikan vokasi.
Salah satu urgensi pendidikan dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo adalah mempertajam program revitalisasi pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi yang telah dicetuskan sebelumnya oleh Presiden Jokowi sesuai dengan Perpres Nomor 68 Tahun 2022.
Selain itu juga perlu ada pengawalan dan atau penyempurnaan terhadap keberlangsungan peta jalan pendidikan vokasi 2023 – 2030 yang telah disusun demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Hal ini dikarenakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 menyatakan bahwa jumlah angkatan kerja sebanyak 152,11 juta orang, dimana alumni pendidikan vokasi menjadi penyumbang pengangguran terbuka sebanyak ± 15% dengan rincian alumni SMK menyumbang ± 9 % dan alumni program D I s.d. D IV menyumbang ± 6%.
"Realita ini menuntut pemerintahan di bawah komando Presiden Prabowo tidak hanya memiliki concern terhadap visi pendidikan vokasi, akan tetapi juga memahami perubahan teknologi yang akan datang seperti yang setiap tahun dirilis oleh Gartner (perusahaan riset dan konsultan yang sering memberikan wawasan dan prediksi tentang tren teknologi), hal ini karena berkaitan dengan kebutuhan tenaga kerja masa depan," tuturnya.(lkf)
Load more