Jakarta, tvOnenews.com - Wakil Kementerian Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto memberikan komentarnya soal putusan Mahkamah Konstitusi terkait hukuman bagi aparatur sipil negara, pejabat daerah, dan TNI/Polri yang tidak netral pada ajang Pemilu.
Bima Arya mengatakan hal tersebut menjadi masukan lembaganya untuk mengevaluasi sistem kepemiluan di Tanah Air.
Bima sendiri tak menampik bahwa mengevaluasi sistem kepemiluan guna mencegah pelanggaran netralitas aparat negara menjadi suatu urgensi bagi Kemendagri.
"Ke depan salah satu urgensi dari mengevaluasi sistem pemilu, pilkada, adalah untuk mencegah ketidaknetralan ini. Semua kan ada kaitan dengan sistem seperti apa," lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Bima Arya juga mengatakan bahwa Kemendagri siap menjalankan putusan MK tersebut sebab bersifat final dan mengikat (final and binding).
"Tentu kami ya harus laksanakan itu," ujarnya.
Mesmi demikian, Bima menambahkan bahwa untuk memperkuat netralitas aparat negara dalam pelaksanaan pesta demokrasi tidak serta merta ditempuh melalui jalur pemberian sanksi.
"Netralitas ini kan tidak hanya lewat sanksi saja ya, tetapi lewat bangunan sistem," katanya.
Pada Kamis (14/11), Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terkait sanksi bagi aparatur sipil negara (ASN), pejabat desa, pejabat daerah, pejabat negara, serta aparat TNI-Polri yang melanggar netralitas dalam proses pilkada.
Putusan MK memungkinkan dikenakannya sanksi kepada pelanggar berupa pidana penjara dan denda hingga Rp6 juta sesuai Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Sebelumnya, pasal tersebut tidak menyebutkan secara jelas bahwa pejabat daerah dan aparat TNI, Polri. Namun, setelah putusan MK terbaru, keduanya termasuk dalam pasal tersebut. (ant)
Load more